Blok M Jakarta Selatan, dalam konteks pergaulan anak muda merupakan kawasan paling ikonik dibandingkan dengan wilayah lainnya di Jakarta bahkan mungkin di Indonesia.
Memang saat ini Blok M dalam kondisi merana, layu dihantam jaman dan perkembangan Jakarta yang sangat masif.
Namun pada era 1980-an hingga akhir 1990-an Blok M adalah magnet bagi sekalian anak muda "gaul" Jakarta untuk saling berinteraksi, bahkan mampu memberi ruang untuk melahirkan budaya populer di masa itu.
Menurut sejumlah sumber referensi yang saya dapatkan, Kawasan Blok M awalnya merupakan bagian dari pengembangan daerah Kebayoran Baru yang mulai dirancang sejak masa kolonial Belanda.
Pemerintah Kolonial Belanda, telah menyiapkan Kebayoran Baru sebagai salah satu Kota Satelit Jakarta. Asal tahu saja saat itu Kebayoran Baru masih dianggap terletak di luar Jakarta.
Untuk menggarap rancangan pembangunannya, ditunjuk perusahaan Belanda bernama Centrale Stichting Wederopbouw atau CSW. Kantornya berlokasi (menggunakan penamaan saat ini) di dekat perempatan Jalan Sisingamangaraja, Kyai Maja dan Trunojoyo.
Di seberang Kantor Kejaksaan Agung dan Kantor Sekretariat Asean yang sejajar dengan Terminal Blok M. Makanya hingga kini perempatan tersebut di sebut "Perempatan CSW"
Selanjutnya, setelah Belanda hengkang dari Indonesia. Pada tahun 1948 pengembangan kawasan Kebayoran Baru diambil alih oleh pemerintah Indonesia yang saat itu menunjuk H.Moh. Soesilo sebagai perancangnya, ia merupakan murid dari arsitek asal Belanda Thomas Karsten yang merancang Kota Bogor, Malang, Bandung.
Kebayoran Baru yang dibangun sebagai kota baru berfasiltas lengkap di area tanah seluas 730 hektar yang terdiri dari beberapa blok dari A sampai S.
Dengan peruntukan kompleks perumahan, pertokoan atau pusat ekonomi, taman, hingga tanah pekuburan.
Blok A, O, P sekarang menjadi Kelurahan Pulo, Blok B,C,D Kelurahan Kramat Pela, Blok Q menjadi Kelurahan Petogogan, Blok R dan S menjadi Kelurahan Rawa Barat.