Terlepas dari sikapnya yang kerap mengundang kontroversi dan apapun taktik dalam menata timnya saat menghadapi lawannya, Jose Mourinho memang The Special One.
Belum ada satu pun pelatih sepakbola di dunia ini yang meraih prestasi di level klub selengkap pelatih asal Portugal ini.
Terakhir, Kamis  (25/05/22) dini hari tadi, Mourinho berhasil membawa tim asuhannya A.S. Roma menjuarai edisi perdana UEFA Conference League (UCL) usai menumbangkan Feyenord dengan skor 1-0  dalam partai final musim 2021-2022 di Stadion Arena Kombatare, Tirana Albania.
Gol semata wayang Roma dicetak oleh Nicolo Zanolo dipertengahan babak pertama cukup membawa tim asal Ibukota Italia menaklukan perlawanan tim asal Belanda Feyenord.
Bagi Roma, inilah trophy pertamanya di bawah arahan juru taktik Jose Mourinho, sekaligus mengakhiri puasa gelar sejak tahun 2007/2008 silam saat Roma menjuarai Coppa Italia.
Sedangkan bagi Mourinho, gelar UCL bersama Roma ini merupakan gelar keilma-nya di kancah Liga Eropa, hebatnya lagi hingga saat ini ia merupakan satu-satunya pelatih yang mampu meraih seluruh Piala Liga yang diselenggarakan oleh organisasi Sepak Bola Eropa, UEFA.
Mulai dari kasta pertama Liga Champions, kemudian liga layer kedua  Liga Eropa yang sebelumnya disebut Piala UEFA, dan terakhir UCL.
Bersama Porto ia berhasil menjuarai Liga Champions 2004 dan Piala UEFA 2003. Kemudian bersama Inter Milan Mou untuk kedua kalinya menjuarai Liga Champions pada 2010.
Untuk keempat kalinya ia kembali berjaya di Eropa kali ini bersama kkub asal Inggris Manchester United di Liga Eropa tahun 2017 lalu.
Raihan 5 gelar Eropa Mou berarti menyamai prestasi pelatih legendaris asal Italia Giovanni Trapatoni yang berhasil meraih seluruh gelarnya tersebut bersama Juventus.
Namun, meskipun sama-sama meraih 5 gelar, variasi raihan gelar Mourinho lebih lengkap dengan tingkat persaingan yang lebih ketat dan terbuka.
Secara pribadi Mourinho seperti dilansir situs Transfermarkt.com, telah meraih 4 kali Best World  Club Coach saat melatih Madrid tahun 2014, Inter Milan 2009, Chelsea 2004, dan Porto 2003.
Di Liga Inggris, ia berhasil meraih 4 gekar. Bersama Chelsea 4 kali dan satu kali lagi saat melatih Manchester United.
Kemudian ia berhasil membawa Inter Milan menjuara Liga Italia musim 2008-2009 dan 2010-2011.
Hijrah ke Real Madrid ia pun mampu mempersembahkan gekar Juara Liga Spanyol bagi Los Galacticos pada musim 2011-2012.
Secara keseluruhan raihan trophy yang berhasil diraih sepanjang karirnya menjadi pelatih di sejumlah klub berbeda, termasuk bersama Roma di Liga UCL sebanyak 25 trophy.
Tak banyak pelatih di dunia ini dengan prestasi sehebat Jose Mourinho, maka sudah sepantasnya ia disebut-sebut sebagai salah satu  pelatih tersukses sepanjang masa, terlepas dari segala kontroversi dan taktiknya yang oleh sebagian orang dianggap out of date dan membosankan.
Filosofi permainan Mou yang pragmatis cenderung bertahan dianggap sudah usang sehingga sangat mudah dipatahkan.
Hal itu tercermin dari raihan gelarnya yang mulai mandeg selepas di pecat Manchester United.Mourinho disebut-sebut tak mampu menghadirkan inovasi dalam setiap taktik pilihannya.
Ciri khas permainan defensif nan pragmatis yang kental dari tim asuhannya, sembari mengandalkan kemampuan individu sejumlah pemain untuk melakukan serangan balik mematikan dianggap akan dengan mudah diantisipasi lawan.
Padahal di era sepakbola modern Mou sempat dianggap sebagai figur jenius sekaligus antitesis dari pola kepelatihan Pep Guardiola .
Jika Mou fasih dengan strategi defensif yang kerap membosankan, Pep merupakan pemuja strategi ofensif nan memikat mata
Selain itu, Mou  pun berego besar sehingga kerap kali terlibat cekcok saat melatih. Entah dengan pemain asuhannya, staf kepelatihannya sendiri atau dengan manajemen klub.
Sementara Pep, lebih humble dan selalu menjaga keharmonisan dengan seluruh anggota timnya termasuk pemain, staf kepelatihan dan manajemen klub.
Namun demikian Pep Guardiola adalah Pep Guardiola dan Jose Mourinho adalah Jose Mourinho dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Sejatinya, masing-masing pelatih memiliki keyakinan tersendiri perihal filosofi permainan yang mereka imani.
Pun dengan Mourinho yang memuja hasil akhir terlepas bagaimana proses mendapatkan hasilnya tersebut.
Meminta dirinya untuk mau mengubah taktiknya yang dianggap membosankan itu tak akan mudah.Â
Gaya permaian defensif nan pragmatis ala Mou mungkin bagi sebagian orang  sangat mengganggu. Kadang kala itu semua hanya masalah preferensi belaka.
Bagaimana pun juga dalam pertandingan sepakbola yang disebut pemenang adalah tim yang lebih banyak mencetak gol dan yang paling sedikit kebobolan.
Apapun taktik dan gaya bermainnya, hukum mutlak dalam sepakbola adalah memenangi suatu laga.
Strategi defensif yang efektif tapi cenderung menjemukan atau strategi ofensif yang menghibur dan menyejukan mata hanyalah alat untuk mendekatkan diri pada hasil positif.
Jadi ya sebenarnya bebas-bebas saja memilih cara apa yang akan digunakan untuk mencapai target yang ditentukan.
Jadi buat saya, konyol sekali apabila ada pihak yang memperlakukan Jose Mourinho seolah ia pendosa hanya karena tim-tim asuhannya bermain bertahan.
Toh sudah 25 kali juga ia mampu membuktikan cara bermain pragmatis ala Mou mampu menghadirkan gelar juara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H