Bahkan hanya untuk memberi sebuah kecaman resmi atas tindakan biadab Israel saja di PBB sangat sulit terjadi.
Barat dan Amerika Serikat kerap menegasikan langkah keras internasional terhadap kebiadaban Israel ini, dengan beerbagai alasan yang kerap mengada-ada.
Bayangkan kalau kejadian pembunuhan Shireen Abu Aqla ini terjadi dalam konflik Ukraina-Rusia, dan yang melakukan pembunuhan adalah tentara Rusia.
Entah sanksi tambahan apalagi yang akan ditimpakan Barat pada Rusia. Sementara terhadap Israel boro-boro sanksi kecaman resmi saja tak terdengar keras dari Gedung Putih.
Ambiguitas yang melahirkan rasa ketidakadilan seperti inilah yang kerap memicu tindakan kekerasan lanjutan dari para pihak yang tak diperlakukan adil tersebut.
Ujungnya ya seperti "lingkaran iblis  kekerasan" yang tak ada akhirnya.
Dan asal tahu saja,mengutip dari BBC.Com, Shireen Abu Aqla ini adalah seorang Kristen Palestina. Ia merupakan bagian dari 2.000 orang Kristiani Palestina.
Ia lahir di Yerusalem pada Januari 1971. Ia lulus dari Sekolah Menengah Rosary Sisters di Pemukiman Beit Hanina Yerusalem.
Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di jurusan Media dan Jurnalisme Universitas Yamouk Yordania dengan spesialisasi media cetak.
Setelah lulus, Shireen bekiprah di beberapa organisasi media di Palestina antara lain Jaringan Radio Voice of Palestina  dan Amman TV.
Ia mulai bekerja di Al Jazeera pada tahun 1997 setahun setelah jaringan media tersebut berdiri dan dirinya menjadi salah satu reporter lapangan pertama bagi jaringan media bermarkas di Qatar ini.