Rencana kehadiran Presiden Rusia, Vladimir Putin di Konferensi Tingkat Tinggi G20 yang akan diselenggakaran di Bali akhir 2022 ini sepertinya akan menempatkan Indonesia sebagai tuan rumah pada posisi yang sangat sulit.
Kehadiran Putin di KTT G20 telah dikonfirmasi oleh Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva Rabu (23/03/22) kemarin.
"Tergantung pada situasi, sejauh ini dia (Putin) mau datang ke KTT G20," kata Vorobieva, seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Di lain pihak Amerika Serikat, Uni Eropa dan para Sekutunya tak memghendaki kehadiran Putin atau perwakilan dari Rusia di Bali, karena aksinya menyerang Ukraina.
Hal tersebut disampaikan oleh salah satu pejabat Uni Eropa yang menyebutkan bahwa kehadiran Rusia dalam KTT G20 itu akan sangat problematik.
"Sudah dikatakan sangat jelas kepada Indonesia bahwa kehadiran Rusia dalam rangkaian pertemuan pejabat tinggi negara G20 yang bakal berlangsung nanti akan sangat bermasalah bagi negara-negara Eropa," kata pejabat Uni Eropa tersebut, seperti dilansir CNNIndonesia mengutip Kantor Berita Reuters.
Lebih jauh lagi bahkan Amerika Serikat bersama Sekutunya berencana untuk mendepak Rusia dari organisasi G20, tindakan yang merupakan bagian dari boikot dan sanksi atas keputusan Rusia menyerang Ukraiana.
Menurut penasehat keamanan  AS Jake Sullivan yang merasa bahwa mereka tak bisa lagi berbisnis dengan Rusia seperri biasa di institusi internasional seperti G20.
Jake menegaskan, jika Rusia masih bergabung dalam G20, bakal membuat organisasi ini kurang berguna.
Sebaliknya China, sebagai salah satu dari sedikit sekondan Rusia malah mendukung rencana kedatangan Putin ke Bali untuk mengikuti KTT G20 akhir Oktober 2022 ini.
Situasi tarik menarik seperti ini pada akhirnya bakal membingungkan Indonesia sebagai Tuan Rumah dan pemangku Presidensi G20 untuk tahun 2022.
Apabila Indonesia membuka pintu lebar-lebar bagi Putin atau perwakilan Rusia untuk hadir dalam KTT G20 tersebut, sangat mungkin Amerikat Serikat dan Sekutunya akan memboikot pertemuan tingkat pemimpin negara yang merupakan puncak dari rangkaian acara Presidensi G20 tersebut.
Jika hal ini yang terjadi Indonesia dianggap gagal dalam mengemban tugas memimpin G20.
Namun, apabila Indonesia menolak kedatangan Rusia dalam KTT tersebut, Indonesia dianggap memihak sesuatu yang selama ini dihindari dan berpotensi mencederai politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Belum lagi tekanan yang akan datang dari dalam negeri, karena kita tahu banyak sekali masyarakat Indonesia yang mendukung Putin dan Rusia dengan berbagai alasan terutama lantaran ketidaksukaannya pada Amerika Serikat yang kerap ambigu dalam berbagai kasus Internasional terutama berkaitan dengan Palestina.
Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan oleh Pemerintah Indonesia?
Lobi-lobi diplomatik  harus segera dilakukan Indonesia kepada kedua belah pihak untuk segera menyelesaikan situasi chaotik ini, sebelum penyelenggaraan KTT G20 dilaksanakan.
Masih ada waktu sekitar 6 bulan untuk menyelesaikan masalah ini. Syukur-syukur dalam 6 bulan ke depan perang antara Ukraina dan Rusia sudah selesai, sehingga buah simalakama ini tak harus ditelan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H