Bank BNI, salah satu lembaga keuangan milik negara secara resmi mengumumkan bahwa mereka akan mengakuisisi 63,92 persen saham Bank Mayora milik salah satu pemegang sahamnya, International Finance Coorporation (IFC) dengan nilai transaksi berkisar Rp.3,5 triliun
Seperti dilansir Kontan.co.id, aksi korporasi itu dilakukan sebagai upaya bank pelat merah tersebut untuk mendirikan bank digital. Proses akuisisi ini ditargetkan rampung pada Mei 2022.
Nantinya bank digital yang didirikan BNI ini akan fokus menyasar pelaku usaha UMKM. Bank Mayora sendiri merupakan bank BUKU II dengan modal dasar per Juni 2021 sebesar Rp. 1,2 triliun.
Fenomena mencaplok bank bermodal mini untuk kemudian ditransformasikan operasional dan sistemnya menjadi bank digital, seperti yang dilakukan BNI ini marak terjadi di Indonesia dalam 2 tahun terakhir ini.
Namun, fenomena "mendigitalkan bank bermodal mini" Â ini justru diinisiasi oleh big tech company, bukan oleh lembaga perbankan.
Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak Desember 2020 sudah ada 6 perusahaan big tech yang mengakuisisi bank dalam kategori modal BUKU 1 dan BUKU 2.
Sebagai tambahan informasi agar bisa memahami tulisan ini secara utuh,istilah BUKU adalah  Bank Umum Kelompok Usaha yang menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 dikategorikan berdasarkan modal intinya.
BUKU 1: Bank dengan modal inti kurang dari Rp1 Triliun;
BUKU 2: Bank dengan modal inti Rp1 Triliun sampai dengan kurang dari Rp5 Triliun;
BUKU 3: Bank dengan modal inti Rp5 Triliun sampai dengan kurang dari Rp30 Triliun; dan
BUKU 4: Bank dengan modal inti di atas Rp30 Triliun.
Sejak Desember 2020 menurut data OJK, bank-bank di Indonesia sudah tak ada lagi yang masuk kategori bank BUKU 1.
Oke kembali ke laptop, kenapa mereka harus mengakuisisi bank bermodal mini?
Menurut sejumlah pakar keuangan, salah satu alasannya adalah untuk mempercepat scale up bisnisnya terutama di sistem pembayaran dalam rangka menciptakan ekosistem digitalnya.