Polemik penyelenggaraan balapan mobil listrik formula e di Jakarta sepertinya akan bergulir lebih besar lagi, posisi Anies Baswedan akan semakin terjepit.
Kabar kurang mengenakan terkait perhelatan ini kembali menguar, setelah surat laporan rencana kegiatan formula E dari Dinas Pemuda dan Olahraga DKI Jakarta kepada Gubernur Anies Baswedan beredar ke berbagai media.
Melansir Kompas.com, dalam surat tertanggal 15 Agustus 2021 itu tertulis bahwa Dispora DKI Jakarta mengingarkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Cq Gubernur DKI Jakarta harus segera mengokasikan dana untuk membayar commitment fee selama 5 tahun sesuai MoU yang telah ditandatangani oleh Pemprov DKI dengan FEO Ltd selaku pemegang franchise balapan mobil listrik formula E.
Commitmen fee yang harus dibayarkan jumlahnya sangat besar, dalam kontraknya selama 5 Pemprov DKI Jakarta harus membayar 121,02 juta Poundsterling atau Rp. 2,3 triliun dengan perincian,
Sesi I musim balapan 2019/2020 commitment fee yang harus dibayar 20 juta Poundsterling, Sesi II 2020/2021 22 juta Poundsterling, sesi III 2021/2022 24,2 juta Poundsterling, Sesi IV tahun 2022/2023 26,62 juta Poundsterling, dan Sesi V Â 29,282 juta Poundsterling.
Jika commitment fee itu tak dibayarkan, Anies Baswedan selaku Gubernur DKI Jakarta seperti yang tertulis dalam surat itu terancam diseret ke Pengadilan Arbitrase Internasional.
"Dan apabila kewajiban tersebut tidak bisa dilaksanakan, maka akan dianggap sebagai perbuatan wanprestasi yang dapat digugat di Arbitrase Internasional di Singapura," tulis Dispora DKI, seperti dilansir Kompas.com.Senin (13/09/21).
Arbitrase Internasional menurut Jurnal Arbitrase Internasional mirip dengan proses litigasi di pengadilan domestik tetapi putusannya diambil oleh para arbiter yang telah dipilih.
Dan putusan yang telah ditetapkan bersifat konsensual, mengikat dan netral. Biasanya pengadilan arbitrase ini untuk menyelesaikan sengketa bisnis lintas negara.
Surat laporan ini kebenarannya sudah terkonfirmasi seperti yang diungkapkan oleh Gilbert  Simandjuntak Anggota Komisi E DPRD DKIJakarta.
"Iya sudah dikonfirmasi betul," kata Gilbert.
Posisi Gubernur DKI Anies Baswedan seperti "maju kena mundur kena", tak dibayar ia harus siap digugat karena dianggap wanprestasi, dibayar tetapi penyelenggaraan tak dilangsungkan akan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena dianggap merugikan keuangan negara.
Merugikan keuangan negara diatur dan didefinisikan dalam 3 undang-undang sekaligus, Pasal 1 angka 15 Undang-Undang nomor 15 tahun 2006 tentang BPK.