Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Disinformasi dan Hoaks Covid-19, Sama Berbahayanya dengan Virus itu Sendiri

23 Juli 2021   13:40 Diperbarui: 23 Juli 2021   13:47 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa kabar dengan Indonesia?

Wuih kalau urusan misinformasi, disinformasi, atau berita hoaks terkait Covid-19 khususnya vaksin peredarannya sangat masif dan luas bahkan, untuk sesuatu yang paling aneh sekalipun.

Seperti chip 5G diyakini berada dalam vaksin Covid-19, jadi disetiap dosis vaksin itu ada chip tertentu.

Kemudian, ada juga yang menyebutkan bahwa vaksin Covid-19 menghasilkan medan magnet jika telah disuntikan ke dalam tubuh kita.

Padahal menurut Kementerian Kesehatan vaksin Covid-19 itu mekanisme penyebarannya dalam tubuh tak ada bedanya dengan vaksin-vaksin yang selama ini ada.

Jumlah cairan vaksin Covid-19 yang disuntikan hanya berisi zat antigen dan bahan non aktif dengan volume hanya 0,5 miligram,  begitu disuntikan akan langsung menyebar ke dalam tubuh.

Lebih jauh lagi, muncul pula istilah "mengcovidkan", rumah sakit akan mengcovidkan siapapun dengan diagnosis apapun jika yang bersangkutan meninggal di rumah sakit, dan ini paling banyak dipercayai.

Hampir setiap grup percakapan di keluarga besar masyarakat Indonesia mengenal istilah ini, sehingga hampir tiap hari dibahas.

Perang melawan dan mengendalikan pandemi Covid-19 menjadi bertambah sulit, selain harus melawan virus Covid-19, kita pun harus berhadapan dengan misinformasi dan disinformasi yang masif terjadi.

Apalagi kemudian dibungkus dengan teori-teori konspirasi yang dikaitkan dengan agama dan politik berdasarkan logical fallacy yang datangnya dari  orang-orang yang dipercaya memiliki pengaruh, tambah sulit situasinya.

Masyarakat Indonesia akan lebih mempercayai hal tersebut, apalagi pada dasarnya teori konspirasi seperti itulah yang mereka minati,sehingga kemudian algoritma media sosial yang ada membentuk echo chamber.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun