Konflik antara Palestina dan Israel hari-hari belakangan terus memanas, di saat umat Muslim di seluruh dunia tengah merayakan Idulfitri 1442 Hijriah kawasan Gaza yang merupakan wilayah Palestina di serang habis-habisan oleh kekuatan bersenjata pasukan Israel.
Konflik terbaru antara dua pihak tersebut terjadi dipicu oleh tindakan semena-mena Pemerintah Israel pada 27 Ramadan ketika tentara zionis Israel secara bengis membubarkan ibadah salat Tarawih di Masjid Al-Aqsa, salah satu tempat suci umat Islam.Â
Tindakan tentara Israel ini terkait aksi solidaritas yang dilakukan warga Palestina atas penolakan penggusuran di Sheikh Jarrah Yerusalem Timur, yang diklaim oleh pemukim Yahudi.
Hari-hari setelahnya kekerasan militer Israel semakin menjadi-jadi. Dalam berbagai tayangan video di media sosial terlihat bagaimana barisan muslim yang tengah salat diiringi rentetan suara tembakan dan ledakan.
Dilansir CNNIndonesia.Com hingga Jumat (14/05/21) korban tewas dari pihak Palestina akibat serang pasukan Israel di Gaza sudah mencapai 104 orang termasuk 28 anak-anak. Jumlah itu belum termasuk korban luka-luka yang berjumlah 580 orang.
Di sisi Israel, setidaknya enam warga Israel dan satu warga India tewas. Tentara Israel mengklaim ratusan roket telah ditembakkan dari Gaza ke berbagai lokasi di Israel. Mereka pun telah menambahkan bala bantuan di dekat tanah timur.
Konflik berdarah saat ini merupakan konflik terburuk sejak tahun 2014 lalu. Pertikaian di tanah Palestina anatara komunitas Arab dan Yahudi ini memang telah terjadi sangat panjang dan terus berulang, seolah tak bisa diurai seperti benang kusut.
Gejolak terus terjadi, setiap periode terus memuat kisah peperangan. Bahkan ketika dunia relatif dalam suasana damai seperti saat ini, perang masih saja berkecamuk di Palestina.
Kedua negara berkonflik tak hanya sebatas perebutan tanah semata pada tahun 1948. Lebih jauh konflik antara keduanya dalam sejarah Islam  bisa ditarik hingga ribuan tahun silam.
Salah satu faktor utama yang menjadi sumber konflik yang tak bisa diabaikan adalah faktor teologis.
Bangsa Yahudi mengklaim tanah tersebut merupakan tanah yang dijanjikan atau promised land. Sebagai bangsa pilihan mereka adalah satu-satunya yang sah menduduki Palestina.