Sementara partai yang berbasiskan massa Islam yaitu PKB dan PAN masing-masing memperoleh suara 12,6 dan 7,1 persen.
Pada Pemilu 2004, Partai Islam kembali harus gigit jari, perolehan suaranya menurun cukup curam. 5 Partai Islam yang berpartisipasi dalam pemilu tahun itu, PPP hanya mampu meraih 8,15 persen suara, diikuti oleh PKS dengan dukungan suara 7,34 persen, PBB 2,62 persen suara, PBR 2,44 persen suara, dan PPNUI hanya meraih 0,79 persen suara.
Pada Pemilu 2009 ada 6 partai politik Islam yang berpartisipasi, yakni PKS, PMB, PPP, PBB, PBR, dan PKNU. Hanya 2 partai yang lolos ambang batas perolehan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) yaitu PKS dengan perolehan suara sebanyak 7,89 persen dan PPP dengan raihan 5,33 persen suara.
Selebihnya, hanya sebatas figuran saja, memperoleh suara di bawah 2 persen.
Pun demikian dalam Pemilu 2014 Hanya PKS dan PPP yang lolos Parliamentary Electoral threshold, PBB hanya mampu meraih 1,49 persen suara. Sementara PKS memperoleh 6,77 persen suara dan PPP meraih 6,53 persen suara.
Padahal pada Pemilu 2014 menurut peneliti lembaga politik SMRC Djayadi Hanan  isu politik identitas sudah benar-benar secara telanjang dipraktikan oleh partai Islam terutama PKS.
Isu politik identitas memang secara terbuka baru bermula pada pemilu 2014 ini, saat Pemilihan Presiden, Jokowi bersama PDIP-nya  harus bertarung head to head dengan Prabowo dengan Gerindra-nya dan di dukung oleh PKS, PAN dan beberapa partai lainnya.
Menurut Djayadi, sentimen politik identitas Islam gaungnya hanya berlaku pada Pilpres tapi tidak pada Pemilu Legislatif, buktinya perolehan suara PKS dan PPP segitu-gitu aja, berada ditataran medioker.
Di Pemilu tahun 2019 yang baru lalu partai politik Islam pun tak bisa berbuat banyak mereka tetap saja tak mampu melepaskan diri dari klasemen medioker.
PKS perolehan suaranya memang naik, menjadi 8,21 persen, tetapi PPP menurun drastis nyaris tak lolos ambang batas, dengan perolehan suara 0,52 persen diatas Parliamentary threshold yang sebesar 4 persen.
Padahal politik identitas Islam dijual lebih jor-joran lagi pada pemilu tahun 2019 ini, bahkan residu dari politik identitas yang membelah masyarakat Indonesia masih terasa hingga saat ini.