Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mari Kita Tonton Saja Kisruh Partai Demokrat

7 Maret 2021   09:07 Diperbarui: 7 Maret 2021   10:05 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisruh perebutan kuasa di Partai Demokrat dan banyak cerita lain serupa yang terjadi, membuktikan ketika mereka memainkan kekuasaan, sepertinya justru merekalah yang lantas dipermainkan kekuasaan.

Bisa jadi politik kekuasaan memang memberi mahkota, tapi dalam saat bersamaan meminta kepala beserta seluruh akal sehat yang berada di dalamnya.

Boleh jadi kekuasaan menyematkan tanda-tanda kebesaran di dada, tetapi kerap kali disertai dengan merampas hati nurani.

Saling klaim menjadi pemilik kebenaran demi meraih kekuasaan dipertontonkan dengan gamblang  dalam kisruh Partai Demokrat.

Berjuta kata terlontar, beribu narasi terkontruksi  dari mulut dan tulisan mereka yang bertikai untuk kekuasaan hanya agar mereka dianggap pemilik kebenaran dalam versi masing-masing.

Peristiwa kekisruhan di Partai Demokrat merupakan cerminan yang jelas positioning pola kekuasaan dalam Partai Politik.

Lantaran secara konsepsi ideal demokrasi, partai politik merupakan aktor utama dalam perwujudan reperesentasi politik yang menjadi jembatan menuju kekuasaan.

Akan tetapi jika dicermati, partai politik di Indonesia tak serta merta bisa menjadi representasi utama suara masyarakat Indonesia.

Partai politik di Tanah Air, lebih menjadi kavling suara para "pemilik" oligarki politik yang merepresentasikan kepentingan ekonomi politik dan rasa dahaga mereka terhadap kekuasaan.

Partai politik sepertinya hanyalah mewakili kepentingan Cikeas, Teuku Umar, Hambalang, Cendana, atau sejumlah tempat lain dimana oligarki lebih kecil berada.

Masyarakat atau kita semua hanyalah merupakan objek politik bagi mereka. Buktinya, meskipun oligarki tidak bersifat statis, penguasa Istana bergantian tapi nasib rakyat tak beringsut jauh, alias begini-begini aja.

Konsesi-konsesi politis yang tak kasat mata tetapi bisa dirasakan ya, hanya berputar-putar saja diantara mereka.

Para pemilik oligarki politik seolah sedang antri untuk menunggu giliran, mereka yang berada di luar istana sibuk mempersiapkan diri sembari menunggu giliran untuk masuk gelanggang  dan berharap untuk menang.

Hal ini lah yang sedang terjadi saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono dan Demokrat versi mereka tengah mempersiapkan sang putra mahkota Agus Harimurty Yudhoyono untuk membawa lari tongkat estafet dari SBY menuju Istana yang diperkirakan akan tiba pada 2024 atau 2029.

Sementara, Moeldoko tengah berusaha merintis jalan untuk membangun oligarkinya dengan menjadi ketua umum partai, hal ini akan membawanya diakui selevel dengan oligarki mapan lainnya, yang akan berujung pada kekuasaan.

Ya, dengan menjadi ketua umum PD versi KLB Moeldoko paling tidak akan dianggap selevel dengan SBY sebagai ketua umum partai meskipun kedudukannya itu masih "magang" sampai keputusan pengadilan ditetapkan.

Namun, setidaknya munculnya Partai Demokrat versi Moeldoko akan mengganggu persiapan kontruksi politik Cikeas untuk mengantarkan AHY menuju istana.

Kondisi ini tentu saja akan disenangi oleh oligarki-oligarki politik lain yang kini dalam posisi menunggu giliran untuk mengisi istana.

Karena sangat mungkin kisruh Demokrat saat ini akan menghilangkan salah satu potensi perlawanan dari salah satu calon kandidat potensial menuju istana seperti AHY.

Intinya, semua konstelasi politik terlepas dari segala macam etikanya,  termasuk yang terjadi pada Partai Demokrat saat ini tak lebih dan tak kurang hanya untuk kepentingan kekuasaan para oligarki politik yang sudah mapan maupun yang baru atau oligarki yang benihnya pun belum terlihat.

Jadi biarkan saja lah mereka berebut tulang kekuasaan semau mereka, toh siapapun pemenangnya kenikmatan pertama akan dinikmati oleh para pemilik oligarki politik tersebut, bukan untuk kita rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun