Penangkapan dan penetapan tersangka Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan tindak pidana suap senilai Rp.5,4 milyar hari Sabtu (26/02/21) kemari, membuat kita miris.
Sosok Nurdin dikenal sebagai seorang Kepala Daerah modern yang inovatif, memiliki visi kepemimpinan yang cemerlang, egaliter dan yang paling penting komitmennya terhadap pemberantasan korupsi sangat tinggi.
Komitmennya terhadap korupsi itu diakui oleh beberapa lembaga anti korupsi termasuk oleh KPK, Nurdin adalah salah satu penerima Bung Hatta Anti-Coruption Award 2017.
KPK pun memberi penghargaan serupa, bahkan 2 bulan terakhir Nurdin diajak KPK untuk membangun pedoman pelaksanaan lelang proyek pemerintah yang berada di bawah Rp.50 juta.
Karir politik Nurdin sebenarnya belum terlalu lama, ia sebelumnya dikenal sebagai seorang akademisi, pengajar dan peneliti di almamaternya Universitas Hasanudin.
Ia Bupati pertama di Indonesia yang memiliki gelar Profesor saat dirinya memimpin Kabupaten Bantaeng selama 2 periode.
Karir politik Nurdin Abdullah ini dimulai dari saat dirinya mencoba mencalonkan diri sebagai Bupati Bantaeng dalam Pilkada 2008, ia awalnya menjadi calon independen, tapi karena PKS melihat potensi Nurdin maka diusunglah Nurdin oleh mereka.
Setelah kinerjanya dianggap berhasil, berbondong-bondonglah parpol mendukung Nurdin untuk periodenya yang kedua di Pilkada Bantaeng 2013, termasuk PDIP.
Hingga Nurdin kemudian dicalonkan menjadi Gubernut Sulsel dalam Pilkada 2018, PDIP lah yang menjadi pengusung utamanya.
Dan menurut politikus PDIP Trimedya Panjaitan Nurdin Abdullah adalah Kader PDIP.
"Betul dia kader PDI Perjuangan," kata anggota Komisi III DPR RI Sabtu (27/02/21).