Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi program bantuan sosial yang dikelola oleh Kementerian Sosial.
"KPK menetapkan lima orang tersangka. Sebagai penerima JPB, MJS dan AW. Kemudian sebagai pemberi AIM dan HS," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Minggu (06/12/20) dini hari.Seperti dilansir Kompas.com.
Inisial JPB yang menjadi salah satu tersangka adalah Menteri Sosial yang merupakan kader Partai Penguasa.Â
Dalam kasus ini, Juliari disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP
Kaget juga sih menyaksikan fakta ini, pasalnya Sabtu (05/12/20) siang ketika kabar operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terhadap pejabat Kementerian Sosial tak sedikit pun terpikir bahwa korupsi seputar bantuan sosial melibatkan sang Mensos Juliari Batubara terkait hal ini.
Apalagi ketika KPK menegaskan bahwa yang terkena OTT adalah setingkat Pejabat Pembuat Komitmen yang biasanya hanya setingkat eselon III, yang agak jauh dari Menteri.
Mungkin karena anggaran untuk bansos ini jumlahnya sangat besar, sehingga assesment dan disposisinya harus dilakukan oleh menteri.
Miris, kecewa, kesal, dan marah rasanya menyaksikan tindakan tak berperi kemanusian oleh para pejabat negara yang memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 untuk memperkaya diri sendiri.
Pandemi ini sesuai keputusan yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi telah ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam.
Artinya Juliari bisa saja disangkakan melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 Ayat 2 yang ancamannya hingga hukuman mati karena melakukan korupsi saat negara dalam kondisi bencana dan krisis ekonomi.
Apalagi menurut keterangan KPK seperti.yang saya saksikan lewat  Kompas TV pagi ini, barang bukti yang disita adalah uang senilai Rp. 14,3 milyar berbentuk tunai dalam pecahan Rupiah dan US$ Dolar yang tersimpan dalam 7 buah koper dan beberapa tas serta amplop yang disita dari 2 apartemen di Jakarta dan Bandung.
Bisa saja uang yang berhasil disita itu bukan jumlah seluruh fee yang dijanjikan oleh pihak vendor terkait supply untuk kebutuhan bansos, jadi jumlahnya masih bisa lebih besar lagi.
Entah sudah kehilangan akal sehat atau sama sekali tak memiliki hati kok tega sekali bansos yang seharusnya digunakan untuk meringankan beban masyarakat dari dari dampak pandemi Covid-19 dipergunakan untuk menelikung program yang cukup mulia dari pemerintah Jokowi.
Saya menduga Presiden Jokowi geram dan marah sekali melihat anak buahnya berlaku sangat lancung seperti ini.