Rentetan kejadian teror yang menyebabkan 4 orang harus kehilangan nyawanya dengan cara mengerikan di Prancis dalam 2 minggu terakhir membuat saya berpikir.
Apakah sebuah keyakinan memang harus dipertahankan sedemikian rupa sehingga membuat nyawa manusia seperti tak berharga lagi?
Keyakinan yang saya maksud tak terbatas pada keyakinan dalam agama, tetapi juga keyakinan terhadap prinsip-prinsip bernegara, seperti Prancis mempertahankan  prinsip sekularisme dalam kebebasan berekpresi.
Seperti diketahui kejadian teror di Prancis dua minggu lalu awalnya dipicu oleh seorang guru bernama Samuel Paty yang menunjukan karikatur satir Nabi Muhammad SAW yang diterbitkan oleh tabloid mingguan Charlie Hebdo kepada para muridnya dalam sebuah pelajaran tentang kebebasan berekspresi.
Saat itu Paty memang mempersilahkan murid-muridnya yang beragama Islam untuk keluar jika gambar karikatur itu dianggap mengganggunya.
Namun rupanya tindakan Paty itu tak cukup, beberapa murid yang muslim kemudian mengadukan yang dilakukan Paty tersebut kepada orang tuanya sehingga kemudian menimbulkan kontroversi diantara mereka yang kemudian berujung pada pemenggalan sang guru oleh seorang pemuda imigran dari Chechnya.
Sontak kejadian ini ramai menjadi bahan perbincangan warga Prancis dan juga masyarakat Islam dunia apalagi kemudian respon Presiden Prancis Emanuelle Macron dianggap menghina Islam.
Sejumlah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam mengecam keras sikap Macron  yang terkesan membela pembuat dan publikasi karikatur satir Nabi Muhammad Saw yang dilakukan oleh tabloid Charlie Hebdo.
Bukan kali ini saja Charlie Hebdo dan berbagai karikatur satirnya ini menyinggung umat Islam dan umat beragama lain.
Charlie Hebdo terlihat begitu piawai menggunakan Undang Undang Kebebasan Pers di Prancis hingga batas wilayah abu-abu dalam upaya menancapkan eksistensinya.
Karikatur Satir Rasulallah diterbitkan beberapa kali mulai dari tahun 2006, meskipun karikatur itu aslinya milik salah satu media Denmark yang dirilis tahun 2005.
Lantas tahun 2011 Charlie Hebdo kembali merilis karikatur Nabi Muhammad Saw di sampul depannya dengan caption bernada mencemooh.
Akibatnya kantor Charlie Hebdo dilempari bom molotov oleh sejumlah pihak. Setahun kemudian mereka lebih banyak lagi memproduksi karikatur Nabi Muhammad Saw dengan berbagai caption bahkan ada yang berbau porno.
Hal ini lah yang kemudian membuat umat Islam marah besar. Sikap pemerintah Prancis sendiri tak terlalu tegas bahkan membiarkan hal itu terjadi atas nama kebebebasan berekspresi.
Pada tahun 2015 kembali provokasi dilancarkan oleh Charlie Hebdo, yang kemudian direspon oleh Al Qaeda dengan menyerang dan menembaki Kantor Charlie Hebdo yang menyebabkan 12 orang yang berada di kantor itu tewas.
Nah, terakhir September 2020 lalu dalam rangka menyambut persidangan kasus penembakan kantornya, kembali Charlie Hebdo merilis karikatur Nabi Muhammad Saw.
Yang kemudian Karikatur tersebut ditunjukan Samuel Paty dan menimbulkan pembunuhan berikutnya di Nice Prancis 3 hari lalu yang menyebabkan 3 nyawa lain melayang.
Pembunuhan yang dilakukan oleh seorang Imigran Tunisia ini, dengan alasan apapun tak dapat dibenarkan.
Apalagi berlindung pada agama, tak ada satupun agama yang ada di dunia ini yang menganjurkan pembunuhan sadis seperti ini.
Apalagi agama Islam yang Rahmatnya saja akan berefek pada seluruh alam semesta. Saya jadi berpikir dengan rentetan  kejadian ini, kok keyakinan atas sebuah prinsip beragama atau bernegara ini tak menghasilkan sebuah kemasalahatan bagi umat manusia.
Masa sih Tuhan memang sejahat itu, menciptakan agama untuk menghalalkan penghilangan nyawa manusia karena Nabi-nya diganggu dan dihina.
Saya sih sangat yakin bahwa ini bukan masalah keyakinan, tapi masalah ego saja. Prancis berusaha mempertahankan ego kebebasan berpendapatnya, sementara pihak Islam radikal juga ingin memperlihatkan egonya juga hingga mampu membantai manusia seperti itu.
Kebebasan berpendapat itu selalu ada batasnya, bukan sebebas bebasnya seperti yang diklaim oleh Emmanuelle Macron.
Perserikatan Bangsa Bangsa saja menyebutkan bahwa kebebasan berpendapat dan berekpresi itu harus dalam koridor saling menghormati semua agama dan kepercayaan, agar mampu mengembangkan budaya persaudaraan dan perdamaian.
"Karikatur yang menghasut juga telah memprovokasi tindakan kekerasan terhadap warga sipil yang tidak bersalah, yang diserang karena agama, kepercayaan atau etnis mereka," kata  Perwakilan Tinggi PBB untuk Aliansi Peradaban  Miguel Angel Moratinos. Seperti dilansir Bisnis.Com.
Charlie Hebdo yang dibela Macron sebenarnya bukan merupakan terbitan besar, pada hari-hari biasa sirkulasinya kecil. Namanya menjadi terkenal  dan sirkulasi meledak menjadi besar sekali pada saat menjadi kontroversi seperti tahun 2015 dan saat ini.
Mereka sepertinya mengorbankan perdamaian dan nyawa manusia dalam mempertahankan eksistensinya yang memang sedang kembang kempis.
Namun bukan berarti juga karena laku Charlie Hebdo ini, tindakan membunuh menjadi halal. Marah boleh tersinggung silahkan tapi janganlah bersumbu pendek hingga marah membabi buta membunuhi orang-orang tak bersalah seperti itu.
Bukankah dalam  Al Quran itu ada ucapan "Menghilangkan nyawa satu orang manusia  sama saja dengan membunuh seluruh Manusia".
Justru reaksi ekstrem seperti itu menjadi keuntungan bagi Charlie Hebdo dan upaya provokasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H