Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Emanuelle Macron dan Kebebasan Berpendapat, Sebuah Pelajaran Bagi Kita

28 Oktober 2020   12:23 Diperbarui: 28 Oktober 2020   23:42 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Umat muslim dunia kembali gaduh gara-gara karikatur Nabi Muhammad  Shallahuallaihi Wassalam yang bernada pelecehan di pertontonkan oleh seorang guru  sejarah di Perancis, yang berujung pemenggalan guru tersebut oleh Imigran Chechnya.

Bagi umat Muslim sesuai ajarannya, menggambar Nabi Muhammad SAW untuk tujuan penghormatan saja dilarang keras, apalagi untuk tujuan olok-olokan.

Sebenarnya seluruh masyarakat dunia tahu itu, tapi dengan alasan "kebebasan berpendapat" pemerintah Perancis menafikan hal itu.

Presiden Perancis Emmanuelle Macron malah balik menyerang Islam, ia berujar bahwa agama Islam adalah agama yang tengah dalam krisis.

Ia menyebutkan bahwa pemenggalan guru itu, merupakan tindakan Islam radikal dan ia dengan tegas membela nilai-nilai liberalisme dan sekulerisme terutama dalam hal kebebasan mengeluar pendapat.

Lebih dari itu bankan dengan pongahnya  pemerintah Perancis malah memajang karikatur Rasulallah dalam ukuran raksasa di gedung balaikota Montpellier dan Touluose.

Sontak saja sikap Macron dan jajaran Pemerintah Perancis ini dikecam oleh seluruh umat Islam di dunia. Sejumlah negara Timur Tengah dan negara-negara dengan penduduk mayoritas  Muslim ramai-ramai mengeluarkan pernyataan  mengecam sangat keras dan memboikot berbagai barang dan jasa produk Perancis.

Begitu pun juga Indonesia, Kementerian Luar Negeri Indonesia memanggil Duta Besar Perancis untuk Indonesia, meminta klarifikasi kejadian ini dan menyampaikan kecamannya terhadap realsi pemerintah Perancis terhadap masalah Karikatur Nabi, walaupun dalam saat bersamaan Indonesia pun menyesalkan terjadi pemenggalan seorang guru tersebut

Namun Indonesia menolak mengaitkan Islam dan terorisme. Pemenggalan guru sejarah tersebut tak akan terjadi seandainya guru tersebut tak memprovokasi muslim sedunia dengan karikatur Nabi Muhammad sebagai contoh dalam pelajaran kebebasan berekspresi.

Kebebasan berpendapat itu ada batasnya, paling tidak oleh kebebasan orang untuk tersinggung atas pendapat yang dikeluarkannya tersebut.

Ini pelajaran berharga juga bagi masyarkat Indonesia yang belakangan banyak mempersoalkan masalah kebebasan berpendapat yang dikaitkan dengan berbagai aksi unjuk rasa belakangan.

Meskipun konteks dan skala yang berbeda tapi inti dalam hal kebebasan berpendapat itu tak jauh berbeda. 

Kebebasan pendapat tak berarti bebas memprovokasi orang untuk berbuat jahat.

Kebebasan pendapat tak berarti bebas menghina orang lain, apalagi secara fisik.

Kebebasan menyuarakan pendapat juga tak berarti boleh mengganggu kepentingan umum.

Pendapat seseorang itu tak berada diruang hampa, selalu ada subyektifitas di dalamnya yang bisa jadi ditanggapi berbeda-beda oleh setiap orang.

Bisa jadi pendapat anda dianggap biasa saja oleh satu orang, tapi dianggap memghina oleh orang yang satunya lagi.

Bisa jadi pendapat anda dianggap melecehkan dan dilaporkan ke pihak yang berwajib oleh satu pihak, tapi oleh pihak lain dibiarkan.

Jangan pula kebebasan berpendapat dijadikan sebagai alasan untuk bersembunyi dari tuduhan bahwa kita menghina seseorang.

Jangan pula anda atau siapapun menerapkan standar ganda terhadap arti kebebasan berpendapat ini, jika kita yang mengucapkannya, maka itulah kebebasan berpendapat.

Namun, saat pihak lain yang berpendapat dan kita merasa tersinggung maka kebebasan berpendapat itu tak ada

Untuk masalah kebebasan berekspresi  atau berpendapat kita juga harus melihat kepentingan yang lebih universal.

Apalagi di zaman digital dan media sosial seperti saat ini, kita bisa dengan mudah menyatakan pendapat atau menekspresikan kesukaan atau ketidak sukaan ketika terhadap seseorang atau suatu masalah tertentu.

Sekali lagi kebebasan kita berpendapat dibatasi oleh kebebasan orang lain untuk merasa tersinggung atas pendapat kita.

Andai guru sejarah di Perancis itu tak menunjukan karikatur Nabi atas nama kebebasan berpendapat dan berekpresi, mungkin pemuda imigran Chechnya tersebut tak akan membunuhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun