Ketika pada akhir Juni 2020 pemerintah bersepakat untuk membuka kembali perekonomian  dengan melonggarkan PSBB  dan Indonesia masuk ke dalam kenormalan baru, geliat ekonomi mulai terlihat meskipun masih jauh dari kata normal.
Kenormalan baru itu artinya aktivitas ekonomi kembali bergulir tapi dalam menjalankannya harus dalam koridor protokol kesehatan. Memakai masker, rajin mencuci tangan dan menjaga jarak.
Pemerintah daerah dan pusat gencar melakukan sosialisasi yang banyak disingkat sebagai 3M tersebut. Dilalahnya tak semua masyarakat melaksanakannya dengan disiplin, dilain pihak pemerintah pun seperti tergagap-gagap dalam menegakan hukum bagi para pelanggar protokol kesehatan
Kegagapan pemerintah, karena memang aturan hukum terkait pelanggaran ini memang belum jelas. Selain itu pemerintah pun seperti serba salah, hukuman kurungan tak memungkinkan, hukuman denda bakal menjadi beban yang luar biasa bagi masyarakat.
Akhirnya PSBB transisi  di DKI yang merupakan pengejawantahan dari "the new normal"ini hasilnya ya so so saja.  Malah kemudian membuat kondisinya tambah memburuk.
Kunci keberhasilan PSBB itu adalah kesadaran masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan dan ketegasan pemerintah dalam memastikan masyarakat mematuhi protokol kesehatan.
Tanpa itu, berapa jilid pun kebijakan PSBB diberlakukan hasilnya sudah hampir dapat dipastikan tak akan berhasil dengan baik.
Jika PSBB benar-benar ketat dan tegas dilakukan, dapat dipastikan ekonomi masyarakat akan drop sehingga daya beli kemudian melemah dan ujungnya pertumbuhan ekonomi nasional bakal ambrol.
Apalagi Indonesia kini tengah di tubir jurang resesi, keputusan Anies memberlakukan  kembali PSBB secara ketat bakal mendorong perekonomian Indonesia ke jurang resesi.
Karena di Kuartal II pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dalam teritori negatif 5,32 persen. Jika di Kuartal III yang tengah dijalani ini perekonomian Indonesia kembali mencatatkan pertumbuhan negatif, secara teknis dan konsep Indonesia sudah berada dalam masa resesi.
Wilayah DKI Jakarta itu menyumbang 18 persen pertumbuhan ekonomi nasional, berarti jika perekonomian Jakarta terganggu maka dampaknya akan terasa secara nasional.