"Dalam melaksanakan kewajibannya Presiden, dibantu oleh seorang Wakil Presiden"
Peran dan fungsi Wapres baru benar-benar dirasakan jika Presiden mangkat, mundur, atau dimundurkan sebelum masa jabatannya berakhir.
Seperti saat Presiden ke-2 Soeharto mengundurkan diri pada tahun 1998 saat reformasi terjadi, Habibie yang saat itu jadi Wapres maju menggantikannya.
Di luar kondisi genting seperti itu ya statusnya banyak dianggap hanya sebagai "ban serep". Apakah memang benar anggapan tersebut?
Di jaman orde lama, saat Presiden Soekarno memimpin Indonesia, peran dan fungsi wapres nyaris tak terdengar, praktis fungsi Wapres hanya sebagai pelengkap saja.
Bahkan Soekarno sempat selama 10 tahun tak memiliki wakil dan pemerintahan berjalan baik-baik saja. Hal itu terjadi saat Wapres Muhammad Hatta mundur dari jabatannya pada 1956. Hingga Soekarno lengser tahun 1968 ia tak memiliki Wapres.
Orde  berganti, Soeharto menjadi Presiden situasi tak banyak berubah juga, Wapres tak memiliki ruang untuk menjalankan tugas dan fungsinya.
Padahal selama 32 tahun Soeharto berkuasa posisi Wapres sudah diisi oleh sejumlah nama besar, mulai dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik, hingga Try Soetrisno.
Hanya Habibie yang terdengar karena ia ketiban pulung saat Soeharto mundur dari jabatannya, Lengser Keprabon karena tekanan rakyat.
Nah, agak berbeda saat orde reformasi mulai memerintah, seorang Wapres agak leluasa untuk menjalankan fungsi dan perannya.
Hal itu terjadi saat Pesiden Gus Dur dan Wakil Presiden Megawati. Sebagai Wapres saat itu Megawati diberi tugas dan peran yang lumayan besar serta vital.