Anies seperti Gubernur yang mewakili suara hati oposisi, hal tersebut, tak dapat dipungkiri residu dari Pilkada DKI 2017 danPilpres 2019 lalu.
Seperti diketahui Anies Baswedan didukung oleh PKS dan Gerinda dalam Pilkada 2017 lalu. PKS memang secara terbuka mendeklarasikan dirinya sebagai oposan pemerintah.
Sementara Gerindra walau masuk menjadi koalisi pemerintah Jokowi namun geliat beberapa petingginya tak menyiratkan itu.
Hal itulah yang saya lihat mengapa Anies tak disukai pemilih Jokowi sehingga elektabilitasnya jeblok. Jika mengacu pada Pilpres 2019, pemilih Jokowi yang jumlahnya 58% dari jumlah pemilih aktif sebenarnya dalam posisi idle, karena untuk pilpres 2024 kelak, Jokowi tak berhak maju kembali menjadi capres.
Semestinya siapapun yang ingin menjadi capres 2024 harus  meraih simpati para pemilih Jokowi.Â
Para pemilih Jokowi, jika kita amati diberbagai percakapan di media sosial, sangat tidak menyukai tingkah polah PKS.
Mereka beranggapan bahwa PKS ini salah satu pemicu maraknya politik identitas dalam pemilu yang terjadi belakangan.Â
Kemudian pemilih Jokowi melihat PKS itu setiap keputusan politiknya asal beda dengan pemerintah. Namun itulah pilihan politik yang dilakukan PKS ceruk pemilihnya menghendaki hal seperti itu.
Malangnya, yang berebut di ceruk 52 persen non pemilih Jokowi ini banyak. Tak cuma Anies, Sandiaga Uno Cawapres dalam Pilpres 2019 juga berebut suara ini, kemudian Prabowo sebagian besar suaranya ada disini juga.
Jadi kolamnya penuh, jika mau elektabilitas para calon potensial itu naik coba lah pindah ke kolam "cebong" , yang memang relatif kosong.
Saya sih berpikir jika Anies Baswedan serius mau maju dalam Pilpres 2024 mulai lah berpikir untuk meninggalkan PKS, karena dengan meninggalkan PKS para pemilih Jokowi yang idle tersebut bisa pindah memilihnya.