Mohon tunggu...
Efwe
Efwe Mohon Tunggu... Administrasi - Officer yang Menulis

Penikmat Aksara, Ekonomi, Politik, dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Hubungan Seks Bukan Hanya Perkara Puas, tapi Harus Saling Memuaskan

16 Juni 2020   12:25 Diperbarui: 16 Juni 2020   13:44 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah hubungan, apapun itu sifatnya harus resiprokal alias saling berbalas dengan intensitas serupa, syukur-syukur bisa berlaku prinsip simbiosis mutualisma agar mencapai tingkatan "saling memuaskan".

Mulai dari hubungan bisnis, hubungan diplomatis hingga hubungan seks. Untuk mendapatkan azas resiprokal dalam sebuah hubungan yang pertama dan paling dibutuhkan adalah willingness atau keinginan kedua belah pihak yang berhubungan.

Keinginan untuk saling membuka diri secara jujur, sebisa mungkin menghindari sifat-sfat egosentris. Contoh kasus hubungan bisnis yang bersifat resiprokal adalah ketika otoritas keuangan Indonesia meminta otoritas keuangan Malaysia agar memberi kemudahan bagi bank-bank yang berasal dari Indonesia untuk membuka kantor cabangnya di wilayah Malaysia, seperti yang terjadi di Indonesia selama ini, ketika bank-bank milik Malaysia memiliki cabang di hampir seluruh kota besar di Indonesia.

Kedua otoritas itu ketemu dan akhirnya sepakat maka azas resiprokal itu terpenuhi. Demikian juga dengan hubungan diplomatik antar negara ketika satu negara meminta di beri keleluasaan untuk melakukan ekstradisi, perlakuan serupa juga diharapkan oleh negara yang bersangkutan.

Lantas bagaimana dengan hubungan seksual, azas resiprokal akan terpenuhi manakala hubungan seks itu berlangsung secara konsensual atau atas dasar suka sama suka, tanpa paksaan dari pihak manapun.

Bukan berarti hanya untuk hubungan seks non marital alias di luar pernikahan saja konsensual itu harus terjadi, namun juga dalam konteks ikatan pernikahan.

Karena jika hanya atas dasar kewajiban semata, bisa saja saat suami/istrinya meminta hubungan seks terjadi, salah satu pihak sedang tak mood untuk melakukannya, akhirnya azas resiprokal yang saling memuaskan tersebut tak akan tercapai. Bisa jadi pada saat itu yang akan puas hanya pihak yang meminta.

Apakah kemudian setelah konsensus untuk melakukan hubungan seks itu tercapai, otomatis saling memuaskan itu akan terpenuhi? belum tentu karena ada banyak faktor lain yang mengiringinya.

Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang saya dapatkan, dari sudut pandang saya sebagai seorang laki-laki, selain konsensual, hubungan seks yang bermutu dan saling memuaskan itu bisa tercapai kalau sang pria tidak egois dan komunikasi antar pasangan tersebut terbina dengan baik.

Mengapa demikian, perempuan itu dianugerahi oleh kemampuan untuk bisa berhubungan seks dalam jangka waktu yang panjang, bahkan sebagian perempuan mampu berkali-kali mendapatkan puncak kenikmatan atau istilahnya multi orgasm.

Sementara pria, memang mereka paling terlihat bernafsu saat awal melakukannya, namun kemampuan dalam berhubungan seksnya terbatas hanya sekali mencapai puncak kenikmatan setelah itu untuk babak tersebut selesai, jika ingin melakukannya kembali butuh waktu agar organ intim milik pria tersebut siap kembali untuk dipergunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun