Anies Baswedan memang cerdas dalam hal mencari alasan atas kekurang mampuannya mengelola masalah yang ada.Â
Pandemi Covid-19 ini memang melahirkan berbagai masalah baru yang tak pernah dihadapi oleh bangsa manapun pada era modern ini.
Karena itu sebenarnya tak perlu saling menyalahkan, atau merasa diri paling benar, paling hebat, paling cepat.
Seharusnya kita semua bersatu dan bersinergi saling melengkapi untuk bersama menghadapi perang melawan musuh tak kasat mata bernama Virus Corona seri terbaru, SARS NCov-2 ini.
Namun Anies Baswedan sepertinya tak melihat pentingnya bersinergi, ia lebih suka dilihat sebagai sosok paling cepat, paling benar dalam menghadapi Covid-19, dan setiap kesalahan yang terjadi  ditinpakan pada orang lain, atau paling tidak, bisa mengucapkan "loe juga salah"
Salah satu contohnya adalah masalah Dana Bagi Hasil antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang ia anggap merupakan utang Pusat kepada Daerah, dan akhirnya menjadi polemik  "perang komentar" antara Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Perang komentar ini dimulai ketika Anies minta kepada Pemerintah pusat agar Dana Bagi Hasil (DBH) segera dicairkan untuk menangani Covid-19, saat rapat secara teleconference dengan Wapres Maaruf Amin, Kamis (02/04/20) lalu.
Anies menyebut jumlah dana piutang milik DKI tahun 2019 berjumlah Rp. 5,1 triliun, serta untuk kuartal II 2020 yang dijanjikan akan dibayarkan oleh Kemenkeu sebesar Rp.2,5 triliun.
"Kami butuh kepastian dana bagi hasil, ketika ratas kami sampaikan ada dana bagi hasil yang sesungguhnya perlu dieksekusi," kata Anies, Kamis, (02/04/20) seperti yang dilansir Tempo.Co
Demi mendengar pernyataan Anies Baswedan ini, Sri Mulyani kemudian menanggapi dengan menyatakan bahwa saat ini laporan keuangan pemerintah masih dalam proses audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan salah satu prasyarat dari keluarnya DBH tersebut setelah audit BPK selesai.
Ia sebetulnya memahami kondisi keuangan DKI, dan akan segera membayarkan DBH milik DKI lebih dulu dibanding daerah lain.