Herd Immunity kini mulai banyak dibahas di tengah tak terkendalinya penyebaran pandemi Covid-19 di sejumlah negara.
Istilah Herd immunity pada Senin tanggal 23 Maret 2020 lalu sempat menjadi trending di beberapa media sosial dan mesin pencarian Google.
Herd Immunity atau kekebalan kelompok merupakan bentuk perlindungan tidak langsung dari penyakit menular.
Biasanya kondisi ini bisa terjadi manakala individu-individu yang memiliki kekebalan terhadap suatu infeksi secara alami tanpa vaksin, ketika jumlah individu tersebut sudah mencapai proporsi tertentu dari suatu populasi maka potensi terjadinya infeksi dipopulasi tersebut akan menurun bahkan akan terhenti secara alami.
Nah, jumlah proporsi itu menurut artikel Paul Fine dari London School of Hygiene and Tropical Medicine tergantung dari reproduksi dasar dari virus tersebut.
Sebagai contoh untuk virus yang menyebabkan penyakit difteri, seorang yang terinfeksi virus tersebut mampu menyebarkan kepada 6-7 orang lain, makanya nilai Reproduksi dasar difteri 6-7.
Makanya Threshold Herd Immunity pada virus Difteria sebesar 85 persen dari populasi. Semakin tinggi angka reproduksi dasar semakin tinggi pula angka threshold Herd Immunity-nya dan semakin tinggi juga derajat keganasan virus tersebut.
Pertama, jika antivirusnya sudah ditemukan maka caranya dengan menyuntikan vaksin untuk menangkal virus tersebut. Nah jumlah orang yang disuntik vaksin itu dihitung berdasarkan reproduksi dasar tadi. Agar virus tersebut tak menjangkiti  populasi satu wilayah tertentu.
Kedua, jika antivirusnya belum ditemukan maka herd Immunity akan terjadi secara alami. Hal ini bisa terjadi apabila dalam suatu populasi sudah banyak orang terpapar oleh virus, maka individu dalam populasi tersebut akan memiliki kekebalan yang baik secara alami dan dapat menangkal papara virus tersebut.
Dalam kasus pandemi Covid-19, karena antivirus dan obatnya belum ditemukan maka herd immunity secara alami lah yang bisa dilakukan.