Namun yang jelas Kementerian BUMN sudah memiliki dana yang cukup untuk melakukan pembayaran klaim polis yang sudah jatuh tempo tersebut seperti yang mereka janjikan sebelumnya.
Janji ya tetap janji apalagi janji negara terhadap masyarakatnya, harus tetap ditunaikan apapun kondisinya.
Apalagi dalam kondisi seperti ini masyarakat pemilik polis terhutang sangat membutuhkan uang yang mereka miliki tersebut.
Ingat ini bukan uang Jiwasraya, ini uang masyarakat yang tadinya diharapkan dikelola dengan baik agar dapat memperoleh manfaat dimasa depan.
Namun karena kesalahan manajemen dan kesalahan investasi, uang mereka kemudian terncam hilang.Â
PT. Asuransi  Jiwasraya menurut audit terakhir yang dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) bekerjasama dengan Kejaksaan Agung mengalami kerugian hingga Rp. 17 triliun.
Pemerintah sebelumnya telah memiliki 3 opsi untuk menyelamatkan Jiwasraya, yakni Bail in, bail out, dan likuidasi.
Opsi bail in, yakni dukungan dana dari pemegang saham Jiwasraya. Dengan opsi ini nantinya pemegang saham akan mampu membayar penuh atau sebagian. Meskipun rentan terhadap gugatan jika dibayarkan sebagian.
Opsi bail out, yakni kerugian yang terjadi di Jiwasraya akan ditutup oleh dana dari pemerintah. Namun sscara hukum ini sangat sulit dilakukan karena belum ada aturan terkait, baik OJK maupun KKSK.
Yang terakhir, opsi likuidasi, hal ini bisa dilakukan atas persetujuan OJK, namun kemungkinan ini kecil dilakukan karena akan ada dampak sosial politik jika pembubaran Jiwasraya dilakukan.
Jadi yang paling mungkin dilakukan ya bail in itu. Harapannya jangan karena kondisi Indonesia sedang berperang menghadapi virus corona, hak-hak nasabah Jiwasraya seperti yang dijanjikan pemerintah menjadi terbengkalai.