Mereka mencoba memanas manasi serikat pekerja grup Pertamina, untuk menolak Ahok sebagai Komut di Pertamina.
Seraya mengancam akan melakukan demo besar jika Ahok jadi ditunjuk jadi Komut Pertamina. Demonstrasi pengerahan masa besar merupakan senjata andalan mereka, karena sejatinya Alumni 212 itu tak memiliki kemampuan apapun selain aksi demo.
Namun ancaman tersebut tak membuat Erick Thohir bergeming, ia tahu persis kapabilitas dan integritas Ahok bisa menjadi katalisator bagi perubahan Pertamina menjadi perusahaan yang lebih baik.
Selepas ditetapkan menjadi Komut dan Ahok kini terus bekerja untuk memperbaiki perusahaan supaya lebih baik lagi. Rupanya Rombongan Alumni 212 ini tak berdiam diri, mereka terus menggoyang Ahok.
Akhir bulan Februari 2020 lalu aksi dengan tema "Berantas Mega Korupsi Selamatkan NKRI", tiba-tiba menjadi demo meminta Ahok untuk mundur menjadi Komut Pertamina.
Marwan Batubara salah satu tokoh dalam demo 212 tersebut, menyatakan bahwa Ahok harus mundur dari Pertamina karena terlibat dalam 10 kasus Korupsi, tanpa menyebutkan secara rinci dereta kasus tersebut.
"Supaya Anda sadar bahwa di samping kasus penistaan agama, sebetulnya Ahok itu punya sekitar 6-10 kasus korupsi lagi," kata Marwan saat berorasi di Aksi 212di Monas Jakarta Pusat, Jumat (21/2/2020). Seperti yang dilansir CNBCIndonesia.com.
Menanggapi aksi ini Erick Thohir dengan santai menyatakan bahwa wajar saja dalam demokrasi menyatakan ketidakpuasannya, namun yang jelas ia merasa puas dengan kinerja Pertamina saat ini.
"Saya tidak mau dikotomi Komisaris atau Direksi. Keduanya sudah menjalankan dengan baik kok, sehingga Pertamina kondisinya lebih baik lagi dalam beberapa bulan terakhir," Ujar Menteri BUMN Erick Thohir.
Masih meradang, dengan sikap cuek pemerintah terkait keinginan memundurkan Ahok sebagai Komut Pertamina, karena faktanya memang Ahok bekerja dengan baik.Â
Eh kemudian Presiden Jokowi mengumumkan calon Kepala Badan Otorita Ibukota Baru, yang kembali melibatkan nama Ahok di dalamnya, sebagai calon CEO Â beserta 3 calon lainnya, yakni Bambang Brodjonegoro, Tumiyana, dan Abdullah Azwar Anas.