Hasil riset ini, cukup tepat memprediksi jumlah kasus warga Singapura dan Vietnam yang terpapar virus 2019 novel COV ini.
Namun berbeda dengan kasus infeksi yang terjadi di Thailand dan Kamboja, fakta yang ada, jumlah warga yang terpapar virus corona di dua negara tersebut lebih kecil dibanding hasil studi mereka.
Sedikit mengkhawatirkan memang, ada juga sih pemikiran apakah Pemerintah Indonesia selama ini menutupi keberadaan virus corona yang sudah masuk ke Indonesia, dan sebenarnya sudah ada yang sudah terindikasi positif, terinfeksi virus mematikan tersebut.
Apalagi sebelumnya dilansir oleh dua media di Australia bahwa Indonesia tidak memiliki alat deteksi tes yang layak untuk penularan virus corona.
Pemberitaan tersebut merujuk pada keterangan Kepala Lembaga Eijkman, Amin Soebandrio. Namun kemudian dibantah oleh Amien, dirinya menyatakan bahwa "alat sudah cukup, Reagen juga sudah ada, jadi pemberitaan yang terkjadi diluar itu tidak benar," ujar Amien beberapa waktu yang lalu.
Berbagai pihak yang dituliskan dalam laporan penelitian memang menyangsikan kemampuan Indonesia dalam mendeteksi keberadaan pasien virus corona. Apalagi jika dikaitkan kedekatan hubungan kenegaraan Pemerintah Indonesia dan China, dan volume kunjungan wisatawan China ke Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Harvard ini ternyata memang belum melalui proses peer-review, atau belum ditinjau oleh peneliti lain. Jadi memang belum benar-benar dijadikan dasar untuk membuat sebuah kebijakan. Atau dengan kata lain kurang begitu valid.
Tapi tentu saja harapan saya sebagai masyarakat Indonesia, Pemerintah Indonesia harus jujur dalam memberikan informasi terkait Virus Corona ini.
Walaupun saya juga yakin pemerintah cukup terbuka dalam kasus novel coronavirus ini. Faktanya, virus corona memang belum masuk Indonesia. Jika faktanya seperti itu tak bisa juga siapapun institusinya bisa memaksakan bahwa hasil penelitiannya tersebut harus benar.
Karena dalam setiap penelitian pasti ada deviasi yang terjadi.Â
Sumber.