Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) dengan Komisi II DPR sepakat untuk menghapus tenaga honorer di lingkup institusi negara.
Kesepakatan ini dicapai karena mereka menganggap keberadaan para tenaga honorer teesebut membebani keuangan negara.
Pasalnya, menurut Menpan RB, Tjahjo Kumolo keberadaan tenaga honorer ini tanpa dibarengi dengan perencanaan anggaran yang baik.
Pemerintah daerah merupakan pengguna terbesar tenaga honorer, tanpa dasar perencanaan yang memadai, akibatnya ketika anggaran untuk membayar tenaga honorer tak mencukupi mereka meminta dana dari pusat.
Saat ini tenaga honorer di lingkungan pemerintahan tersisa sekitar 438.590 orang , setelah sejak tahun 2005 hingga 2014 ada sekitar 1.072.090 honorer yang telah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil melalui berbagai jalur.
Beberapa upaya untuk mengurangi tenaga honorer sudah dilakukan pemerintah, seperti memberikan prioritas untuk mengikuti tes pegawai negeri.
Kemudian membuat skema penerimaan Pegawai Pemerintah dengan perjanjian Kerja (PPPK) yang rencananya dapat diselesaikan pada tahun 2021.
Ke depan pemerintah akan melarang  para pejabat untuk melakukan rekruitmen tenaga honorer sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 48 Tahun 2005 Pasal 8.
Jadi nantinya Aparatur Sipil Negara (ASN) terdiri dari PNS dan PPPK. Sesuai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang  Aparatur Sipil Negara.
Namun permasalahan tenaga honorer tak sesederhana itu, bagaimana sekolah-sekolah yang masih menggunakan tenaga honorer.
Walaupun ada wacana untuk menjadikan mereka ASN tanpa tes, khusus bagi para guru honorer yang mengabdi di daerah terpencil.