Dalam perjalanan sebuah kisah, apapun tindakan kita tak akan mampu memyenangkan semua pihak. Terlihat membawa kebaikan bagi sebagian pihak, belum tentu kebaikan  itu menyenangkan pihak lain.
Ya itulah yang terjadi atas Direktur Utama Tetlevisi Republik Indonesia (TVRI) Helmy Yahya, dianggap sebagian pihak sebagai pembawa angin segar perubahan di perusahaan penyiaran milik negara oleh sebagain besar masyarakat Indonesia.
Tapi tidak bagi Dewan Pengawas TVRI, Helmy Yahya  oleh banyak pemirsa TVRI di Indonesia dianggap membuat program acara menjadi lebih kekinian dan begizi.
TVRI saat ini sangat berbeda dengan TVRI 2 tahun lalu, pendekatan teknis, cara pembawa berita dan reporternya dalam berinteraksi menjadi lebih baik.
Program acara TVRI menjadi banyak peminatnya, hak siar liga Inggris berhasil mereka dapatkan, Olimpiade Tokyo hak siarnya berhasil digenggam, konon katanya hak siar Piala Eropa ia raih.
Bahkan TVRI menobatkan dirinya sebagai The House of Badminton, karena mereka menyiarkan hampir setiap event turnamen bulutangkis yang diselenggarakan Badminton World Feferation (BWF) secara langsung.
Rating pun melambung tinggi, namun rupanya hal ini tidak tetap tidak  memuaskan Dewan Pengawas beserta jajarannya.
Mereka beranggapan Helmy Yahya tidak membawa marwah TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik (LPP)
Menurut kacamata para anggota Dewas yang terhormat, arah TVRI semasa Helmy memimpin tak mencerminkan sebuah Lembaga Penyiaran Publik.
Rating seharusnya tak menjadi standar buat mereka. Rating tak berlaku bagi sebuah Lembaga Penyiaran Publik
Program LPP menurut para Dewaa TVRI, seharusnya lebih menonjolkan ke-Indonesia-an, walaupun tak jelas juga Ke-Indonesia-an seperti apa yang mereka maksud.