Sengkarut perusahan-perusahaan asuransi belakangan ini membuat resah berbagai pihak, Kasus Asuransi Bumiputera masih belum jelas hingga saat ini,uang nasabah masih nyangkut tak jelas dimana.Â
Menyusul kemudian Asuransi pelat merah  Jiwasraya bermasalah, terakhir Asabri, Perusahaan Asuransi milik negara yang khusus mengelola dana milik prajurit TNI dan anggota Polri serta para Aparat Sipil Negara di lingkup Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Republik Indonesia.
Walaupun khusus Asabri belum ada indikasi gagal bayar, di Bumiputera  1912 dan Jiwasraya gagal bayar klaim sudah terjadi, ribuan nasabah terdampak masalah ini. Beberapa pihak mendorong agar momentum ini bisa dipergunakan untuk merancang aturan teknis terkait pendirian Lembaga Penjamin Polis  (LPP) Asuransi, yang akan menjamin klaim yang tak terbayar seperti yang sekarang terjadi di Jiwasraya dan Bumiputera.
Pembentukan LPP Asuransi ini menurut pelaku industri asuransi sudah sangat urgent  untuk melindungi masyarakat pemegang polis, dengan bentuk seperti  Lembaga Penjamin Simpanan(LPS) yang menjamin dana simpanan nasabah bank. Pembentukan LPP Asuransi ini sebetulnya sudah diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.
Saat ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Kementerian Keuangan,dan  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai serius untuk memasukan rancangan pembentukan LPP ini, agar kemudian bisa dimasukan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020 ini.
Pemerintah dan DPR adalah pihak yang paling berwenang dalam pendirian LPP ini karena pembentukan lembaga baru ini harus berdasarkan undang-undang. Dengan dibentuknya LPP ini diharapkan dapat menjaga kepercayaan terhadap industri asuransi yang kini sedang terpuruk.
Secara teknis pembentukan LPP itu dapat mencontoh saat pemerintah membuat Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS, walaupun menurut Direktur Pengawasan Asuransi OJK Ahmad Nasrullah, nantinya regulator akan memberi kriteria tertentu, perusahaan asuransi mana saja yang boleh masuk ke lembaga ini.
Misalnya saja, persyaratan rasio solvabilitas (RBC) perusahaan asuransi minimal 120% sesuai ketentuan. Jika di bawah rasio itu tidak bisa ikut serta atau tetap dilibatkan dengan jumlah iuran premi lebih besar sesuai risiko.
Alasannya kenapa harus seperti itu, karena jika perusahaan asuransi sakit dimasukan dalam lembaga tersebut dan diperlakukan sama, dana yang ada dilembaga itu akan langsung habis dipakai untuk membayari asuransi yang sakit tersebut.
Sampai saat ini belum ada mekanisme dan bentuk LPP yang pasti, masih dalam kajian yang sedang dilakukan oleh pemerintah. karena perlu diingat untuk membentuk LPP ini butuh dana dan sumber daya yang tidak sedikit.
Sebagai bahan perbandingan saat pembentukan LPS pada tahun 2005 dibutuhkan dana paling tidak Rp 4 triliun. Terus berapa dana yang harus dikeluarkan pemerintah, ingat Rp.4 triliun itu 15 tahun lalu jika sekarang dilakukan pembentukan LPP berapa dana yang dibutuhkan? Pemerintah siap mengeluarkan dana sebesar itu?