Kesetaraan gender bukan sekadar kata-kata manis dalam dokumen internasional. Di balik konsep ini, ada perjuangan nyata untuk menciptakan dunia di mana perempuan dan laki-laki memiliki hak yang setara. Di Indonesia, perjuangan ini mendapat dorongan besar ketika pemerintah meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) pada tahun 1984.
Namun, setelah hampir empat dekade, sejauh mana implementasi CEDAW telah mengubah wajah kesetaraan gender di negeri ini?
CEDAW: Titik Awal Harapan
CEDAW adalah salah satu perjanjian internasional terpenting yang lahir dari kesadaran bahwa perempuan di seluruh dunia menghadapi diskriminasi yang membatasi hak-hak mereka. Dengan meratifikasinya melalui UU No. 7 Tahun 1984, Indonesia menyatakan komitmennya untuk menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan.
Sejak itu, Indonesia telah mengambil langkah-langkah besar. Pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada 2022, misalnya, menjadi tonggak sejarah dalam melindungi perempuan dari kekerasan seksual. Selain itu, kebijakan gender mainstreaming mulai diterapkan melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000.
Namun, kenyataan di lapangan tidak selalu sejalan dengan aturan di atas kertas.
Di Balik Angka, Ada Cerita Perempuan
Data menunjukkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan masih menjadi masalah besar di Indonesia:
1.Kekerasan Berbasis Gender: Komnas Perempuan mencatat lebih dari 10.000 kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2021, dengan mayoritas terjadi di ranah domestik.
2.Pernikahan Anak: Meskipun usia minimum menikah dinaikkan menjadi 19 tahun melalui UU No. 16 Tahun 2019, praktik pernikahan anak masih banyak terjadi. Pada 2020, sekitar 11% perempuan menikah sebelum usia 18 tahun.
3.Kesenjangan Ekonomi: Laporan Global Gender Gap 2021 menempatkan Indonesia di peringkat 101 dari 156 negara. Kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan masih mencapai 20%.
Di balik angka-angka ini, ada cerita tentang perempuan yang harus memperjuangkan haknya di tengah stigma budaya, ketimpangan hukum, dan diskriminasi sosial.
Apa yang Salah?
Masalah utama terletak pada dua hal:
1.Budaya Patriarki: Norma sosial yang merendahkan posisi perempuan masih kuat di banyak daerah, membuat kebijakan sulit diterapkan.
2.Kelemahan Implementasi: Aparat hukum seringkali kurang terlatih dalam menangani kasus kekerasan berbasis gender. Banyak perempuan enggan melapor karena stigma dan ketidakpercayaan pada sistem hukum.