Dalam opini kali ini, saya mencoba mempersonifikasikan diri sebagai salah satu dari pejabat pemerintahan di Kerajaan Malaysia, yang mengajukan banding kemudian dikabulkan oleh pengadilan dan memutuskan bahwa kata “Allah” hanya boleh digunakan oleh kaum muslim.
Kata “Rolex” yang adalah sebuah nama merk jam tangan terkenal kemudian saya sejajarkan dengan kata “Allah” merupakan sebuah pemikiran yang rasional dalam renungan saya sebelum memberikan andil dalam putusan ini. Mereka yang di luar sana mungkin berpikir, bagaimana bisa kata “Rolex” kemudian bisa disejajarkan dengan kata “Allah?”. Mari kita ikuti pemikiran saya selanjutnya!
Rolex pada awalnya adalah merk jam tangan yang tidak ada bedanya dengan merk jam tangan yang lainnya. Sebut saja Seiko, Citizen atau yang lain lagi. Sekali lagi hanya sebuah merk jam tangan.
Perusahaan Rolex didirikan oleh Hans Wilsdorf (lahir pada 22 maret 1881) di Kulmbach Franconia (Jerman). Pada Tahun 1900 ia magang di perusahaan ekspor arloji yang terletak di La Chaux De Fonds, Swiss. Saat umur 24 tahun dia memutuskan untuk membuat perusahaan arloji sendiri yang dinamakan Wilsdorf & Davies yang didirikan pada tahun 1905 di London. Pada tahun 1908 perusahaan itu menjadi perusahaan arloji terkemuka di Britania Raya. Hans bermimpi untuk menciptakan sebuah merek jam tangannya sendiri yang akhirnya dia memutuskan untuk nama Rolex sebagai mereknya. Rolex adalah kepanjangan dari “Horlogerie Exquise” kata dari bahasa Spanyol dan pada tahun 1910 mendapatkan pengakuan resmi dari “Biro Officiel” di Bienne. Pada tahun 1925 Hans menghabiskan dana 100.000 franc untuk beriklan di majalah berita Inggris dan menggembar gemborkan kualitas arlojinya. Pada tahun 1926 Rolex Oyster yang terkenal itu muncul. Hans meninggal pada 6 juli 1960. Kira – kira demikianlah asal mula jam tangan bermerk ini. Kita bisa bayangkan bahwa sejarah jam tangan mahal itu ternyata dimulai dari mimpi. [Blog Sejarah Rolex]
Sebagaimana kata “Rolex” berasal, bagaimana dengan awal mula pemakaian kata “Allah?”.
Kata “god” dalam bahasa Inggris itu memiliki kesamaan arti dengan kata “Khuda” dalam bahasa Persia dengan perbedaan bahwa dalam bahasa Inggris kata “god” itu memiliki dua jenis penulisan yaitu : “god” dengan huruf “g” kecil dan “God” dengan huruf kapital. Kata “god” disejajarkan dengan artinya dengan kata Illah dalam bahasa Arab dan kata “Khuda” dalam bahasa Persia, dan kesemuanya itu adalah kata benda umum (common noun) yang memiliki bentuk jamak masing – masing. Sementara kata “God” dipergunakan sebagai proper noun yang berarti selalu dalam bentuk tunggal. Kata “God” disejajarkan artinya dengan kata “Allah” dalam bahasa Arab dan kata “Khuda” dalam bahasa Persia yang mana semuanya termasuk dalam kelompok kata benda khusus (proper noun). Kata “Khuda” disejajarkan dengan kata “Allah” mengingat bahwa dua kata itu sama – sama dipakai sebelum masa Islam dalam berbagai literatur bahasa Arab dan dalam puisi – puisi pada masa itu. Akan tetapi yang paling penting ialah bangsa Arab sudah menggunakan kata “Allah” untuk menyebut Sang Pencipta langit dan bumi. Dan kata “Allah” itu menjadi kata yang khusus, yang hanya digunakan untuk menyebut Sang Pencipta langit dan bumi, yang disejajarkan artinya dengan “Allat, Allazi, Manat dan Yaqus. Kemungkinan besar kata “Allah” itu lahir dari proses peralihan. Mula – mula kata Al-Illah digunakan untuk menyebut Sang Pencipta langit dan bumi. Awalan “Al” itu sama penggunaannya artikel “the” dalam bahasa Inggris. Jadi “Al-Illah” itu sama dengan “the god”. Kemudian lambat laun seiring dengan berlalunya waktu, kata tersebut menjadi baku, baik dalam ingatan maupun di ujung lidah bangsa Arab. Dan kemudian huruf “hamzah” dari kata Illah yang terletak di antara kata “Al” dan “Illah” lambat laun menghilang dan jadilah kata “Allah” menjadi istilah baru dan menjadi nama baru bagi Sang Pencipta alam semesta. [Selangkah Menuju Allah, oleh Sayyid Muhammad Husayni Beheshti-Hal. 113]. Seperti inilah kira – kira kata “Allah” itu berasal.
Lalu kapan kata “Allah” itu menjadi penting untuk diklaim?
Pertanyaan ini sebenarnya bukan pertanyaan yang berlebihan mana kala kita mencermati situasi politik di Malaysia beberapa bulan terakhir. Seperti yang dikutip dalam berita Antaranews. Com, bahwa keputusan itu (Kata “Allah” hanya boleh dipakai oleh kaum muslim) bertepatan dengan meningkatnya ketegangan etnis dan agama di Malaysia akibat hasil Pemilu Mei lalu yang membelah Malaysia dimana koalisi yang lama berkuasa tergembosi oleh para pemilih urban yang sebagian besar terdiri dari minoritas keturunan Cina.
Nah, kira – kira apa yang paling penting dijual ketika terjadi pembelahan koalisi yang mengakibatkan suara bisa merosot? Berbagai pemikiran dan pendapat kiranya tidak menjadi pertimbangan yang penting.
Ketika “Rolex” ingin merajai jam tangan bermerk dan mahal, maka hal yang paling penting dilakukannya adalah mendapatkan hak paten. Sehingga siapapun yang menggunakan kata “Rolex” wajib mendapatkan lisensi resmi dari perusahaan “Rolex”.
Maka demikian pula kata “Allah”. Ketika anda hendak menggunakan kata “Allah” sebaiknya mengurus terlebih dahulu lisensi resmi dari pemilik kata “Allah”. Karena sebagaimana “Rolex” merajai merk jam tangan termahal, demikian pula kata “Allah” merajai agama (samawi) termahal. Sebuah merk yang akan saya jual agar memperoleh kursi jabatan yang saya inginkan.
Bermasalah dengan anda?
~~Ferry~~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H