Halo teman Blogger sekalian, jumpa lagi dengan saya di sini melalui sebuah tulisan yang sangat sederhana ini. Lagi2 pada kesempatan kali ini saya akan membahas berita media online yang sempat menjadi viral di berbagai media social tak lain dan tak bukan adalah "Jokowi menjadi imam Shalat di negeri Afghanistan" saat lawatannya kesana beberapa hari yang lalu.Â
Memang betul dalam aturan agama bahwa Shalat berjama'ah itu lebih baik dari pada Shalat sendiri bahkan lebih baik derajatnya hingga 27 derajat, namun perlu di ketahui bahwa dalam beribadah wajib di sertai dengan ilmu dan di samping itu yang tak kalah penting pula di sertai dengan adab2-nya. Tanpa di sertai kedua hal tersebut maka ibadah yang kita laksanakan akan tertolak dengan artian ibadah yang kita lakukan tak di terima oleh Allah SWT, dalam kalangan para santri hadist MARDUDATUN LAA TUKBALU(tiada di terima amalnya itu) sangat populer. Begitupun jika amal ibadah yang kita lakukan tidak di sertai dengan adab maka ibadah kita menjadi hambar terasa yang berujung pada pencitraan semata.
Jangankan dalam hal Sholat, toch.. Dalam kegiatan menulis seperti ini pun harus di sertai dengan ilmu, aturan, dan adab yang berlaku yang di tetapkan oleh Admin kompasiana. Contohnya tulisan saya yang pernah di tolak atau di hapus oleh Admin kompasiana yang mungkin telah melanggar aturan yang di tetapkan Sang Admin. Klo ngga percaya liat aja yang judul tulisannya seperti gambar screnshot di bawah ini, silakan cari di profil blog saya pastinya sekarang dah ngga ada.
Kembali ke pokok pembahasan mengenai jadinya imam Shalat Presiden kita Jokowi di negeri Afghanistan, hal itu tidak ada yang salah. Ya.. Barang kaleeee... Jokowi merasa lebih fasih bacaan AlQur'an nya(mahroj dan tajwid), hukum2 fiqih BAB Shalat ketimbang orang2 disana(Afghanistan) hal itu sah2 aja. Yang salah adalah orang-orang yang tidak Shalat tapi 'menyalah-nyalahkan' orang yang sedang melaksanakan Shalat berjama'ah.
Meskipun begitu, patut saya luruskan di sini. Seperti yang telah saya tulis di atas bahwa ibadah itu harus pula di sertai dengan adab baik itu adab kepada Allah SWT (vertikal) maupun adab kepada sesama manusia ( horisontal), tanpa itu kemulyaan yang seharusnya kita dapat tak ayal menjadi hilang bahkan tak jarang malah menjadi hinaan.
Berbicara adab disini, sudah barang tentu Presiden Afghanistan di saat sedang ingin melaksakan Shalat berjama'ah akan mempersilahkan kepada siapapun pemimpin Negara yang berkunjung ke Negaranya tuk menjadi imam Shalatnya tak terkecuali Jokowi, karena hal itu adalah merupakan adab menghormati tamu yang berkunjung terlebih lagi tamu tersebut adalah pemimpin negara seperti Presiden kita Jokowi yang mana rakyatnya terkenal di seluruh penjuru dunia bermayoritaskan umat Islam. Jadi tidak mungkin Jokowi ujuk2 meng-imam-i Shalat berjama'ah disana(Afghanistan) tanpa di persilahkannya oleh Presiden Afghanistan.
Bukan berarti dengan di persilahkannya Jokowi maju menjadi imam oleh para pemimpin di sana lantas sekonyol-konyol echhh.. Maksud saya sekonyong-konyong manut aja. Di situ seharusnya Jokowi 'sadar diri'yang pada akhirnya 'tahu diri' sehingga mampu menempatkan dirinya seharusnya ia lebih pantas berada di posisi mana. Terlepas Presiden atau bukan, hal itu sama di hadapan Tuhan.
Klo kate orang betawi, orang begitu yang di persilakan maju jadi imam terus die nyelonong aje maju jadi imam tanpa 'melihat' dirinya sudah layakah  maju menjadi imam maka orang itu di sebut 'nyeloncong' bahasa kasarnya sich KURANG AJAR begitulah kira2, lebih tepatnya kurang ilmu dan kurang adab.
Tak lain dan tak bukan alangkah indahnya kita bilamana di suguhkan adab terpuji maka kita pun membalas nya dengan adab terpuji pula yaitu dengan menolaknya secara halus. Terkecuali dalam keadaan 'darurat' dengan kata lain bilamana di dalam masjid tersebut tak ada yang mau menjadi imam ketimbang Shalat berjama'ah menjadi bubar maka mau tak mau kita maju menjadi imam.
Mungkin jarang di ketahui oleh orang awam bahwa konsekwensi menjadi sorang imam Shalat itu sungguh besar, karena Sang imamlah yang menanggung kesalahan baik bacaan maupun gerakan si makmum dari awal sampai akhir. Kalau tidak terpaksa2 amat hal inilah yang menjadi 'keengganan' sesorang yang memiliki ilmu dan adab tuk maju menjadi imam shalat. Hal itu di lakukan selain 'melihat' besarnya konsewensi sebagai imam shalat juga demi menjaga adab.