Malam nanti, hari ini 30 September 2018 pukul 21.00 WIB ada jadwal pemutaran film G 30 S PKI di TV One. Bagi anda yang belum pernah nonton, lupa lupa ingat, ingin menonton lagi silahkan, bagi yang tidak ingin nonton tentu juga tidak ada masalah.
Namun saat ini - ada berbagai ungkapan senada - di time line sosial media bahwa ada sebagian kelompok orang yang tidak mau Film G 30 S PKI ditayangkan. Orang orang ini diduga adalah orang yang ingin/ membiarkan PKI bangkit lagi, atau setidaknya kelompok yang tidak peka terhadap kebangkitan PKI yang sudah semakin nyata.
Dan Film G 30 S PKI sengaja tidak ditayangkan atau dihentikan tayangannya di TV TV nasional karena rezim berkuasa melindungi PKI dan atau juga dianggap menutupi sejarah kelam bangsa atas keganasan PKI. Mungkin yang menyuruh menghentikan itu adalah keluarganya PKI bla bla bla...
Iya kah, benarkah demikian? Siapa yang menghentikan tayangan Film G 30 S PKI di TV pertama kali, apakah iya karena menutupi sejarah kelam bangsa? Dan apa alasan yang sebenarnya? Dan kenapa ada yang tidak mau menonton?
Tokoh yang melarang dan alasan
Film Pengkhanatan G 30 S PKI itu dilarang ditayangkan di TV pemerintah dan swasta dimulai atau pertama kali semenjak September 1998. Ada 3 tokoh sentral yang melarangnya ketika itu, yakni Saleh Basarah mantan KSAU, Menteri Pendidikan Juwono Sudarsono dan Menteri Penerangan Junus Yosfiah. Berani bilang mereka adalah PKI atau pelindung PKI?!
Ide awalnya adalah dari Saleh Basarah dimana dia dan korps TNI AU menilai bahwa ada hal yang tidak tepat dari film itu seolah olah TNI AU yang banyak terlibat / terkait PKI, tidak objektif.
Junus Yosfiah juga menganggap ada kesan mengkultuskan seseorang saja di film itu. Itu tidak baik. Sehingga Menteri Pendidikan Juwuno Sudarsono selaku yang terkait dalam hal aturan mewajibkan  menonton setuju untuk dihentikan.
Banyak pihak meragukan kebenaran sejarah dalam film tersebut, termasuk protes dari TNI AU yang merasa terus dipojokkan dalam peristiwa berdarah itu. Film itu menuai kritik dari para sejarawan, melenceng dari fakta sejarah. Misalnya Dr Asvi Warman Adam menuliskan adanya kelemahan historis film itu detail. Asvi menunjuk peta Indonesia yang berada di ruang Kostrad sudah memuat Timor Timur sebagai bagian dari Indonesia. Faktanya, tahun 1965/1966 Timor Timur belum berintegrasi
Direktur PFN mengakui bahwa film tersebut dibuat memang sesuai selera Orde baru. Sebagai alat propaganda politik orde baru ketika itu. Yang bahkan sebelum ditayangkan resmi ketika itu, Soeharto beserta yang terlibat menonton dan memeriksa terlebih dahulu apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan.
Jadi karena hal hal demikian lah alasan dihentikan tayangannya. Ada yang tidak sesuai, mendeskriditkan pihak TNI AU seakan sebagai pihak yang berperan dan bagian terjadinya tragedi dsb dsb.