Mohon tunggu...
Ferry Fitrianto
Ferry Fitrianto Mohon Tunggu... Lainnya - penulis di beberapa media

IG

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kado Sarung dari Kiai

17 September 2022   10:00 Diperbarui: 17 September 2022   10:07 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sewaktu saya mondok di Pesantren Abdul Aziz wonokromo banyak sekali kenangan indah yang terukir di pondok. Tentunya ini tidak hanya dialami oleh saya saja namun saya yakin teman-teman alumni dari berbagai pesantren merasakan hal yang sama. Banyak cerita suka dan duka yang dilalui namun semua proses itu memberikan kesan mendalam bagi saya pribadi. Salah satu kenangan yang tidak terlupakan adalah ketika saya mendapatkan kado yang berisi sarung dari Pak Kiai, mungkin barangnya tidak seberapa namun sangat berkesan dan membekas dalam ingatan.

Pagi itu Pak kiai sedang berada di bengkel. Mungkin teman-teman pembaca bertanya-tanya ngapain Pak kiai pagi-pagi di bengkel? Ya Pak kiai sebetulnya seorang teknisi mesin dinamo, beliau selain menguasai ilmu agama juga menguasai ilmu perteknikan. Jadi tidak mengherankan bila Pak kiai menguasai ilmu Sains, berkat keahlian Pak kiai dalam dunia teknik pernah suatu ketika Pak kiai dihampiri sekelompok orang yang tidak dikenal dan mereka datang ke Pesantren dengan niat mengajak pak Kiai mengajarkan cara merakit senapan dan cara merakit bom. Usut-punya usut ternyata mereka komplotan teroris. Maka dengan sikap yang tegas pak kiai enggan mengajarkan kepada mereka cara merakit senjata meskipun waktu itu Pak kiai diiming-imingi uang dalam jumlah yang banyak namun sekali lagi Pak kiai menolaknya.

Jadi pagi itu saya dan temean-teman pondok sedang persiapan berangkat sekolah. Ada yang antri mandi ada juga yang sedang piket pondok dan ada juga yang masih tidur, tapi jangan dikira mereka tidak shalat subuh ya hehehe.. jadi dipondok itu sehabis shalat subuh dilanjutkan dengan mengkaji kitab Tafsir Jalalain samapai jam setengah enam pagi. Setelah itu para santri menjalankan aktivitasnya masing-masing seperti yang disebut diatas tadi ada yang mandi, piket pondok, ada yang makan, ada juga yang sedang mutala'ah kitab dan lain sebagainya. 

Ketika semua sedah siap berangkat sekolah kebetulan saya ditinggal oleh teman-teman dan akhirnya saya agak siangan masuk sekolahnya. Namun disela-sela sepinya pondok Pak kiai memanggil saya, kemudian saya melihat Pak kiai seperti sedang membawa sesuatu. Lalu barang yang dipegang Pak kiai itu dikasihkan ke saya dan Pak kiai berpesan tidak usah bilang ke santri-santri yang lainya kalau saya dapat kado dari Pak kiai. Padal kalau dipikir-pikir waktu itu saya tidak sedang ulang tahun tapi Pak Kiai memberikan kado itu terkhusus untuk saya. Mengesankan sekali rasanya mendapatkan perlakuan istimewa dari Pak kiai. Selama di pondok saya merasa diperlakukan Pak kiai dengan istimewa, bukan bermaksud somong ya hehehe...namun itulah yang terjadi. Saya sendiri juga tidak mengeri mengapa Pak kiai begitu perhatian dengan saya.

Kemudian saya ucapkan terimakasih pada Pak kiai yang repot-repot memberikan kado untuk saya. Lalu kado itu saya masukkan ke dalam tas dan saya pamitan dengan Pak kiai. Sewaktu jam istirahat saya coba iseng-iseng mumbuka kotak kado dari pak kiai dengan rasa penasaran saya buka pelan-pelan dan ternyata isinya sebuah sarung senang sekali rasanya mendapat hadiah dari seorang Kiai. Bayangkan betapa senangnya hati teman-teman bila mendapatkan hadiah dari seorang kiai.

Setelah saya pulang dari sekolah adzan maghribpun telah berkumandang dan shalat maghrib berjamaahpun akan segera dimuali. Kemudian saya bergegas mengambil air wudu dan mengenakan sarung baru dari pak Kiai. Namun secara kebetulan teman-teman pondok waktu tiu tidak ada yang berkomentar tentang sarung baru itu seolah-olah semuanya berjalan biasa-biasa saja. Singat cerita sarung pemberian Pak kiai itu kini sering saya gunakan untuk shalat jumat. Sarung menjadi pelepas rindu saat ingin bertemu Pak kiai. Ini adalah kenang-kenangan yang tidak akan pernah terlupkan sepanjang hayat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun