Mohon tunggu...
Ferry Silitonga
Ferry Silitonga Mohon Tunggu... karyawan swasta -

My life = psychology + movies + musics

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Perampasan Hak Psikologi

24 September 2010   14:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:59 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

[caption id="attachment_268320" align="alignleft" width="134" caption="Salah satu contoh buku yang seharusnya tidak boleh diperjualbelikan secara bebas"][/caption]

Coba kita perhatikan bersama. Jika sedang berkunjung ke took-toko buku besar, kita akan dapat dengan mudah mendapatkan buku-buku tentang psikologi, mulai dari psikologi popular, text book dan bahkan sampai bentuk-bentuk buku tes psikologi terpajang dengan rapi di rak.

Kita akan menemukan begitu banyak buku yang menyediakan cara praktis menembus psikotes, dan bahkan yang paling parah adalah buku yang menyediakan manual untuk mengetes dan menentukan sediri tingkatan IQ mereka. Sangat memprihatinkan.

dalam dunia psikologi, khususnya di Indonesia, yang memiliki hak penuh untuk melakukan pengetesan adalah psikolog, yaitu mereka yang berasal dari S1 psikologi dan melanjutkannya ke jenjang profesi di S2. Dan itulah yang membedakan psikolog dengan psikiater. Banyak orang yang salah kaprah disini karena dianggap kedua profesi itu sama. Psikiater sediri adalah seorang dari S1 kedokteran dengan spesialisasi kejiawaan dan akan bergelar SpKJ. Psikiater ini berhak memberi obat kepada kliennya sedangkan psikolog tidak. Satu hal lagi, hanya psikolog yang berwewenang melakukan pengetesan, bahkan psikiater tidak memiliki hak itu karena mereka tidak berasal dari dasar ilmu psikologi.

Tentu saja dengan penerbitan buku-buku seperti di atas tersebut telah merampas hak profesi psikolog. Bagaimana mungkin, orang awam mengetes tingkatan IQ nya sendiri hanya dengan berdasar pada buku. Bahkan seorang ilmuwan psikologi (mereka yang lulus S1 psikologi dan mereka yang mengambil S1 jurusan lain kemudian mengambil S2 psikologi) tidak memiliki wewwenang dan keterampilan untuk melakukan hal itu.

[caption id="attachment_268314" align="alignleft" width="259" caption="Lambang psikologi"][/caption]

Jadi, tidak heran, kalau sebuah perusahaan kecewa karena setelah mengangkat karyawan, ternyata tidak sesuai dengan kriteria padahal basis perekrutan karyawan adalah dari tes psikologi. Yang disalahkan adalah tes psikologinya dan ketidakprofesionalan psikolog dalam hal ini, padahal begitu banyak buku dipasaran sana yang bisa dibeli dandipelajari sendiri agar lolos tes tersebut.

Jadi tak heran, kalau menemukan PNS sekarang yang sering bolos, tidak disiplin dan tidak kompeten dibidangnya karena tes psikotesnya sudah bocor terlebih dahulu.

Itulah kelemahan sistem di Indonesia ini. Di Indonesia tercinta ini ada HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) yang berwewenang dalam pengaturan hak-hak profesi, pemberian izin membuka praktek sendiri dan yang berwewenang member sanksi bagi para pelanggar.

Tapi, perannya sama sekali tumpul. HIMPSI sama sekali tidak memiliki kuasa atas semua perampasan ini. Sangat mengecewakan. Jadi tak heran kalau berdiri lembaga-lembaga gentanyangan yang menyediakan jasa pengetesan tanpa surat izin resmi dengan mengatas namakan psikologi. Dan yang paling parah, mereka membuka les-les privat untuk bisa lolos tes psikologi untuk berbagai seleksi penerimaan karyawan baru.

[caption id="attachment_268324" align="aligncenter" width="300" caption="logo HIMPSI"][/caption]

Sedangkan untuk pelanggaran terhadap ketentuan ini, tidak ada sanksi tegas dari HIMPSI. Yang paling berat adalah pencopotan surat izin praktek, dan tidak ada peraturan yang secara tegas menyebutkan bahwa para pelanggar bisa dibawa ke meja hukum. Tak heran kalau lembaga-lembaga ini bertumbuh dengan suburnya bak jamur dimusim hujan.

Tes-tes psikologi itu sifatnya sangat rapuh dan sensitif, jadi sekali bocor, maka hasilnya dizamin tidak akan valid 100 % lagi. Tetapi dengan rapuhnya penggawasan ditambah lemahnya sistem di Indonesia, maka kebocoran data-data rahasia ini sudah menjadi rahasia umum. Sangat disayangkan…

* gambar diambil dari himpsijatim.wordpress.com, ohman09.student.umm.ac.id, dan gapuramitrasejati.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun