Mohon tunggu...
Ferry Silitonga
Ferry Silitonga Mohon Tunggu... karyawan swasta -

My life = psychology + movies + musics

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Harapan Diujung Tulisan

18 Februari 2012   14:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:29 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku pernah mendengar kata-kata bijak yang mengatakan bahwa apa yang kita tangisi sekarang akan kita tertawai kemudian, sebaliknya apa yang kita tertawai sekarang akan kita tangisi kemudian. Pepatah ini tidak berfokus pada kenyataan bahwa pada akhirnya kita semua kan mengangis (bersedih) tetapi berfokus pada harapan akan hari bahagia setelah kita mengahadapi sebuah masalah atau musibah.

[caption id="" align="aligncenter" width="538" caption="creativewriting.com"][/caption] Mungkin sudah tidak terhingga lagi banyaknya tulisan dan artikel yang membahas manfaat yang diterima dari kebiasaan menulis. Aku secara spesifik tidak akan membahas itu tetapi mencoba melihat limpahan emosi yang terjadi ketika menulis. Baru saja aku tertawa-tawa setelah membaca buku diari (sebenarnya hanya buku agenda kecil yang kugunakan untuk menuliskan segala aktifitasku, termasuk limpahan emosi dan perasaan jadi bisa dibilang berbentuk diari) yang sengaja kubuat ketika KKN (Kuliah Kerja Nyata) pada November tahun lalu. Salah satu bagian yang kutulis pada 10 November 2011 jam 17.49 di belakang Mesjid.

Masalah ketika aku SMS Ardy, katanya masih di kampus dan disuruh mengukur lapangan bersama Hadi. Aku bilang ga ada meteran dan akhirnya main pokeran bersama teman-teman. Eh dia dan dengan ketus bilang kok belum dikerjakan. Masalah makin besar ketika dia memutuskan untuk kerja sendiri. Pada waktu itu aku merasa menjadi orang paling bodoh, nakal, brengsek sedunia...

Kemudian beberapa paragraf di bawahnya:

Sampai sekarang aku masih bertanya, "Kapan ini akan berakhir Tuhan?" Aku benar-benar ga kuat lagi. rasanya aku ingin pingsan dan jangan bangun lagi...

Sekarang, ketika aku membaca kembali kenangan ini, aku tidak henti-hentinya tertawa geli sendiri. Sampai sekarang aku masih merasakan tekanan, ketegangan, dan beratnya tantangan yang kuhadapi saat itu melalui tulisanku tersebut. Walaupun sudah lama berlalu, tapi aku masih tetap merasakan semua detailnya karena aku sudah membiasakan diri untuk menulis setiap kejadian secara detail, mulai dari tanggal, jam, dimana, apa yang sedang kulakukan, apa yang sedang kupikirkan dan apa yang sedang kurasakan, tidak peduli itu sedih, senang, memalukan, tabu, sakit, dll. Ternyata detail-detail itu sangat membantu sekarang. Aku tertawa bukan karena lucu akan kesalahan, kebodohan, dan kelemahan yang kulakukan dulu, tetapi karena ada harapan bahwa hari baik selalu ada waktunya. Jalan selalu ada. Melalui tulisanku, aku bisa melihat dan berefleksi kepada masa lalu sehingga ketika ada masalah datang, aku bisa mengelola emosi, melihat pengalaman, dan tidak bereaksi berlebihan yang akan menyebabkan aku jatuh ke dalam masalah lebih jauh. Ternyata kata bijak itu benar. Apa yang kutangisi dulu, kutertawai sekarang. Tetapi tulisan ini tidak bertujuan untuk menguji keakuratan sebuah pepatah, tetapi sebagai bentuk kesadaran bahwa setiap tulisan ternyata memiliki emosinya sendiri, memiliki hasratnya sendiri, dan memiliki tawa dan tangisnya sendiri. Hanya sedikit saran yang sederhana, cobalah mulai menulis hal-hal sederhana tetapi dengan detail yang sangat akurat (tanggal, jam, dimana, apa yang sedang dilakukan, apa yang sedang dipikirkan dan apa yang sedang dirasakan) dari setiap kegiatan-kegiatan Anda setiap hari. Dan rasakan emosi Anda tercurah tetap diujung pena Anda. Maka harapan akan masa yang lebih baik telah Anda mulai...

13294712341518134791
13294712341518134791

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun