[caption id="" align="alignright" width="270" caption="news.change.org "][/caption]
Ada yang pernah mendengar kasus penganiayaan terhadap Matthew Shepard? Mungkin kita di Indonesia tidak terlalu tahu kasus penganiyaan yang berakibat pembunuhan ini. Tapi, kasus Shepard ini mengemuka semakin kencang seiring dengan banyaknya pihak yang mendukung kelompok gay dan lesbian di AS.
Ya, Matthew Shepard seorang mahasiswa berusia 21 tahun di University of Wyoming meninggal setelah kepala dipukul menggunakan postol, diikat di tiang pagar, dan dibiarkan mati oleh sekelompok penganiayanya. Sontak, kasus ini menjadi headline dan perhatian warga Amerika pada tahun 1998. Diluar apakah Shepard seorang gay, tindakan seperti ini, sampai menghilangkan nyawa orang lain dengan cara
Berangkat dari kasus ini, studi tentang homophobia semakin kencang dilakukan para ahli. Istilah homophobia sendiri dicetuskan oleh Winberg (1972) untuk menggambarkan ketakutan yang terus menerus ada dan tidak tidak rasional terhadap lesbian dan gay. Ketakutan dan kecemasan terhadap lesbian dan gay ini menjadi tidak rasional karena didasarkan pada fakta yang validitasnya dipertanyakan. Sebagai contoh, seorang ayah gay adalah seorang ayah yang sering memukuli anak-anak mereka. Atau kepercayaan salah bahwa lesbian dan gay itu adalah biang pembawa HIV/AIDS.
Dari sisi prasangka sosial, para ahli juga memberikan istilah heteroseksisme (Herek, 1996). Herek mengambarkan bahwa heteroseksisme ini merupakan bentuk diskriminasi instutisional terhadap gay dan lesbian. Ahli ini berpendapat, bahwa antigay terbentuk secara institusional asumsi budaya bahwa seksualitas reproduksi adalah satu-satunya hasil perkembangan psikoseksual yang sehat dan tepat. Jadi antigay mendapat dukungan mendapat dukungan ari masyarakat, alih-alih mendapat hukuman atas tindakan mereka.
Selain dari sisi sosial, para ahli juga mengemukakan pendapat lain bahwa homophobia itu merupakan patologi personal seseorang (stilah patologis merupakan sebutan abnormal untul keadaan psikologis seseorang). seorang ahli, Marvin Kantor (1998) memandang homophobia sebagai gangguan emosional dimana kepercayaan yang salah mengenai lesbian dan gay dan kecemasan yang terkait dengan kepercayaan ini sangat mirip gejalanya dengan penderita paranoid.
Gay bashing (serangan fisik maupun verbal yang keji terhadap gay dan lesbian) dilakukan oleh orang yang mengidap homophobia semata-mata hanya untuk memuaskan perasaan mereka bahwa mereka tidak memiliki perasaan seperti gay dan lesbian tersebut. Dengan menghukum para gay dan lesbian ini secara keji di dalam kelompok mereka, penganiaya ini ingin membuktikan pada diri mereka sendiri dan kepada orang bahwa ia tidak bagian dari gay dan lesbian.
[caption id="" align="alignleft" width="235" caption="Bharati Chaudhuri - Invisible tension 1992"]
Kembali ke kasus Matthew, terlepas dia gay, tindakan menganiaya sampai menghilangkan nyawa tetap saja merupakan tindakan pelanggaran hukum berat dan tidak bisa diterima akal sehat. Memang kejadian seperti ini mungkin belum ditemukan di Indonesia, tetapi berharga untuk menambah wawasan dan membuka mata kita, agar suatu saat nanti, kita tidak akan pernah mendengar kejadian seperti ini terjadi di Indonesia.
sumber: psikologi abnormal jilid 2 Nevid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H