Mohon tunggu...
Fernando Simandalahi
Fernando Simandalahi Mohon Tunggu... Editor - Editor

Only a nerd, trapped in the right body. :D I write quotes on Instagram: @fernandosimandalahi || Baca Novel Wattpad: My (Not So Hot) Pariban : https://www.wattpad.com/343102339-my-not-so-hot-pariban-on-going-satu || Go follow. :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Maria Itu Bernama Veronica

13 November 2017   12:05 Diperbarui: 13 November 2017   12:10 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bunda Maria telah mendapat tempat khusus di hati umat Kristiani di sepanjang sejarah Gereja. Kepasrahannya kepada penyelenggaraan Tuhan serta kemurnian hatinya, membuat Maria sukses menjadi salah satu tokoh terkenal dalam Alkitab. Banyak yang menjadikannya role model. Panutan dalam menghayati iman Kristiani.

Penginjil menggambarkan Maria sebagai seorang yang ‘menyimpan segala perkara di dalam hati’. Ia tidak banyak bicara. Bahkan saat Putera-nya didera di depan mata, ia hanya menangis tanpa suara. Mungkin para Ibu akan menjerit histeris saat melihat anaknya disiksa, tapi tidak dengan Maria. Sungguh, ia menderita. Namun rupanya, ia memilih untuk tetap menanggung segalanya dalam hati. Dalam diam, memilih menerima segala siksa bersama Puteranya.

Air mata Veronica Ahok yang kembali mengalir tanpa suara saat mencium Ibu Iriana Jokowi dalam resepsi pernikahan putri presiden beberapa hari yang lalu, serta merta membuat saya mengingat sosok Bunda Maria. Ya. Betapa wanita sederhana itu memiliki kepribadian yang mirip dengan ibu Yesus. Hanya saja, yang didera adalah suaminya.

Seperti Bunda Maria, Ibu Veronica adalah seorang yang tidak banyak bicara. Ia tidak mempertontonkan kesedihannya. Ia memilih untuk menyimpan segala perkara dalam hati, bergulat sendiri, berusaha tegar untuk anak-anaknya yang membutuhkan sosok pemimpin untuk (sementara) menggantikan ayah mereka yang sedang dipenjara.

Terakhir kali (dan mungkin untuk pertama kali) publik melihat Ibu Veronica menangis adalah pada saat beliau membacakan surat dari Ahok tentang alasannya mencabut permohonan banding di bulan Mei lalu. Setelah itu, ia kembali tampil tegar dalam berbagai kesempatan. Ia menegakkan dagu, seolah mengabarkan kepada dunia bahwa sekejam apapun kenyataan menghantam mereka, ia akan tetap ada di sana, tegar mendampingi suaminya dan kuat untuk mengayomi anak-anaknya.

Mungkin sudah begitu banyak air mata yang tumpah tanpa suara di kamarnya yang hening saat ia merindukan pelukan hangat suaminya, atau di ruang kerja pak Ahok membayangkan pria itu berjuang untuk kesejahteraan rakyat yang tidak menghargai ketegasannya, atau saat memberangkatkan anak-anaknya ke sekolah dan menyelipkan doa agar segala kekacauan yang sedang mereka alami tidak mempengaruhi kondisi psikologis buah hatinya.

Kita tidak tahu sebanyak apa Ibu Veronika terisak mengingat kekejaman dunia.  Yang kita tahu, ia selalu berusaha terlihat tegar. Ia tidak butuh rasa kasihan. Seperti Bunda Maria, cukuplah ia memohon kekuatan kepada Tuhan.

Namun, bagaimana pun kuatnya seseorang menyimpan air mata, tetap saja akan memilih tumpah saat bertemu dengan seseorang yang benar-benar peduli dan bukan hanya ‘mau tau saja’. Mungkin itulah yang dirasakan oleh Ibu Veronica saat bertemu Ibu Iriana beberapa hari yang lalu. Air mata itu tumpah tanpa dikomando. Tanpa suara. Tanpa kata. Ibu Veronica sudah tegar begitu lama, mungkin tak ada salahnya membagi sedikit derita dengan seseorang yang benar-benar mengerti posisinya. Yang tak akan menghakimi air matanya. Yang tak akan menganggap itu sebagai air mata buaya.

Semoga ketegaran Bunda Maria tetap berdiam dalam pribadi Ibu Veronica.

Masih panjang jalan yang harus ditempuh. Perjuangan untuk keadilan belum selesai. Semoga Tuhan membalaskan setiap tetes air mata yang tumpah tanpa suara. Seperti Bunda Maria yang dianugerahi mahkota dua belas bintang di atas kepala, semoga Ibu Veronica juga kelak akan mendapat mahkotanya. Menjadi panutan, atas kelapangan hatinya yang seluas samudera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun