Indonesia terkenal akan penduduk yang banyak didalamnya. Indonesia memiliki penduduk sebesar 200 juta lebih yang menempatkannya kedalam kategori negara dengan posisi terbanyak penduduk nomer 4 setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dengan penduduk yang banyak ini wajar apabila adanya keberagaman suku, ras, agama, dan antar golongan. Dengan keberagaman ini bisa menimbulkan keindahan.
Namun belakangan ini negara kita dihadapi persoalan yang cukup serius dimana isu SARA dijadikan senjata untuk memenangkan suatu pemilihan umum. Negara kita yang terdiri dari berbagai Suku, Agama & Ras ini sangat mudah dipengaruhi oleh penggunaaan isu SARA ini, para aktor politik di negara kita ini masih suka menggunakan isu ini untuk mendulang suara. Isu SARA sendiri sangatlah mudah namun berbahaya untuk dijadikan sebagai senjata dalam pemilihan umum. Bahaya disini karena dapat menimbulkan perpecahan yang dapat menjadikan masyarakat kita terpecah, fanatisme, paranoid terhadap yang kelompok lain. Aktor politik yang menggunakan isu ini biasanya “miskin” prestasi sehingga menggunakan isu ini sebagai senjata, juga adanya sekelompok ormas yang mengatasnamakan suatu golongan untuk mendukung calon pemimpin tertentu untuk mempengaruhi masyarakat sehingga persepsi masyarakat yang seharusnya mengutamakan kualitas dan prestasi dari seorang calon pemimpin teralihkan untuk memilih seorang pemimpin berdasarkan latar belakang Identitasnya. Isu SARA menjadi isu yang memang mudah untuk dijadikan sebagai alat dalam memenangkan suatu pemilihan umum, namun sedianya hal ini justru menjadi kemunduran dalam berdemokrasi, demokrasi sejatinya menjadi ajang menunjukan prestasi, kualitas, & kompetennya seorang pemimpin bukan sebuah ajang untuk menjual isu identitas. Isu SARA memang menjadikan masalah yang sering muncul saat pemilihan umum. Eksploitasi isu ini sejak dulu sudah sering digunakan dalam mendapatkan suara rakyat.
Pemilihan Umum yang sedianya menjadi ajang menunjukkan prestasi disalahgunakan dengan memainkan isu SARA sebagai senjata ampuh yang sangat mungkin untuk mengantar aktor yang menggunakan isu ini untuk memenangkan Pemilihan Umum. Isu SARA di negara kita memang masih menjadi “jualan” yang laku disuguhkan saat pemilihan umum. Isu SARA sangat tidak bijak digunakan pada pemilihan umum, karena dalam berdemokrasi setiap orang punya hak untuk dipilih menjadi pemimpin tanpa memandang identitas yang melekat pada diri orang tersebut. Masyarakat kita dipertontonkan oleh gaya berpolitik yang salah, aktor-aktor politik yang seharusnya memberi pendidikan politik yang baik kepada masyarakat malah mempertontonkan yang tak patut untuk dicontoh. Kurangnya kesadaran aktor politik kita untuk tidak bermain-main dengan isu ini dan kedewasaan berdemokrasi yang mengutamakan prestasi inilah yang harus kita bangun.
Isu SARA menjadi hal yang harus dihindari karena isu ini sangat berpotensi menyebabkan perpecahan di masyarakat, sebagian masyarakat kita masih mudah terprovokasi dengan penggunaan isu ini sehingga sangatlah mungkin menimbulkan efek perpecahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Penggunaan isu SARA tanpa disadari dapat meninggalkan persoalan yang bisa jadi berdampak besar dalam kehidupan berbangsa & bernegara kita karena sebelumnya telah terbelah karena isu SARA, rekonsiliasi yang lama karena dampak penggunaan isu SARA dalam Pemilihan Umum ini menyebabkan sulitnya untuk mencapai cita-cita mulia untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Dampak inilah yang harusnya diperhatikan secara teliti oleh para peserta pemilihan umum untuk tidak menimbulkan gejolak baru, namun nampaknya para aktor politik begitu “bernafsu” untuk tetapkan menggunakan isu ini.
Masyarakat kita yang sejak awal hidup damai berdampingan satu sama lainnya harus dikorbankan, jika melihat ini terus menerus terjadi tanpa adanya komitmen untuk melawannya maka cita-cita demokrasi dan reformasi kita terbukti gagal. Penggunaan isu SARA bisa jadi menyebabkan generasi muda kita yang berasal dari golongan “minoritas” yang sebenarnya memiliki kompeten dan kualitas yang baik dikandaskan cita-citanya hanya karena dia seorang yang berasal dari kalangan “minoritas”. Hal ini jelas tidak sesuai dengan arti demokrasi sesungguhnya bahwa setiap orang berhak dipilih untuk menjadi pemimpin tanpa memandang latar belakang identitasnya.
Hal inilah yang harus kita ubah agar demokrasi sehat dan semakin maju kedepan bukan malah mengalami kemunduran. Juga mewujudkan cita-cita kita untuk berdemokrasi secara sehat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H