Mohon tunggu...
FERNANDO
FERNANDO Mohon Tunggu... Pengacara - Civil Law Student at santo thomas university

Pecta sunt servanda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah pegawai dinas ketenagakerjaan sudah sungguh-sungguh bekerja?

20 Agustus 2023   14:06 Diperbarui: 20 Agustus 2023   14:24 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengapa kehidupan  para buruh sampai sekarang  masih masih jauh dari kata sejahtera? Pertanyaan tersebut akan dijawab  di dalam tulisan ini. Beranjak dari pertanyaan di atas, maka kita akan menelusuri penyebab para buruh masih jauh dari kata sejahtera. Yang pertama kita lihat adalah undang-undang tentang ketenagakerjaan. Undang-undang ketenagakerjaan sudah beberapa kali diubah, dan yang terakhir diubah yaitu  undang-undang no 6 tahun 2023. Meskipun  sudah diubah tetapi kehidupan para buruh masih jauh dari kata sejahtera. Di dalam undang-undang ketenagakerjaan sudah diatur sedemikian rupa tentang hak dan kewajiban pekerja dan diatur juga hak dan kewajiban perusahaan. Di dalam undang-undang ketenagakerjaan juga  sudah diatur secara mendetail terkait ketenagakerjaan, mulai dari undang-undangnya, peraturan pemerintahnya sampai peraturan kementrian ketenagakerjaan. Berarti dapat disimpulkan bahwa undang-undang ketenagakerjaan sudah mencakup hal-hal terkait ketenagakerjaan. Memang Meskipun ada beberapa hal yang diatur di dalam undang-undang  ketenagakerjaan yang baru merugikan buruh tetapi undang-undang tersebut sudah memberikan perlindungan kepada para buruh. Tetapi mesikipun sudah ada undang-undangnya tetapi kehidupan  para buruh masih jauh dari kata sejahtera, para buruh yang ada diperkebunan masih menderita, pengusaha masih menganggap para buruh sebagai objek bukan sebagai subjek, kalau para buruh dianggap sebagai subjek maka para pengusaha pasti mensejahterakan para buruh bukan sebaliknya menindas mereka dengan cara melanggar undang-undang ketenagakerjaan dengan membuat para buruh sebagai pekerja harian lepas(BHl) bukan sebagai pegawai tetap sehingga para buruh tidak mendapat kepastian hukum. Para buruh juga tidak mendapatkan jamin kesehatan, jaminan hari tua, dll. Para buruh juga tidak dilindungi dengan alat yang menjaga keselamatan dan kesehatan saat bekerja.

Menurut saya pribadi, percuma undang-undang ketenagakerjaan selalu diperbaruhi dengan tujuan supaya para buruh sejahtera, percuma juga para buruh selalu demonstrasi menuntut kenaikan gaji. Semua yang di atas tersebut akan percuma kalau pada kenyataanya  atau pada prakteknya tidak pernah dilaksanakan dan tidak pernah dilakukan pengawasan oleh pegawai dinas ketenagakerjaan terhadap perusahaan. Undang-undang itu akan menjadi undang-undang jika dilaksanakan oleh para penegak hukum, seperti di dalam teori lawrence friedman mengatakan ada tiga hal supaya hukum itu berjalan dengan baik, yaitu subtansi hukum, budaya hukum, struktur hukum. Jika ada satu dari ketiga hal tersebut bermasalah atau hilang maka hukum tersebut akan tidak berjalan dengan baik. Subtansi hukum berkaitan dengan  produk hukumnya(undang-undang), struktur hukum berkaitan dengan para penegak hukum( pegawai  dinas ketenagakerjaan, kepolisian, hakim, jaksa dll) sedangkan budaya hukum berkaitan dengan  budaya para penegak hukum, budaya para pengusaha dan budaya pekerja. Jika kita mengimplementasikan teori lawrence friedman tersebut kedalam persoalan ketenagakerjaan di indonesia, maka ada 2 hal yang sangat  menjadi persoalan yaitu struktur hukum dan budaya hukum. Kedua hal tersebut sangat bermasalah dan tidak melaksanakan tugas mereka sebagai penegak hukum dengan sungguh- sungguh yang membawa imbas kepada ketidaksejahteraan para buruh. Untuk membuktikan argumen saya diatas, saya akan memaparkan fakta-fakta yang terjadi dilapangan.

Pada tanggal 31 juli 2023 edisi  koran kompas menyoroti belum sejahteranya para buruh diperkebunan, pada edisi tersebut mereka memaparkan persoalan-persoalan yang terjadi pada buruh yang bekerja diperkebunan kelapa sawit, perkebunan karet dan perkebunan teh dari seluruh indonesia, dimana par buruh masih dibayar dibawah UMR, para buruh masih sebagai buruh harian lepas(BHL), para buruh juga masih belum mendapatkan jaminan sosial, para buruh masih belum dibekali dengan perlengkapan keselamatan dan kesehatan saat bekerja. Yang menarik adalah pernyataan yang disampaikan oleh direktur Bina pemeriksaan norma ketenagakerjaan kementerian saat dikonfirmasi oleh pihak waratawan kompas. Beliau (direktur bina pemeriksaan norma ketenagakerjaan kementrian) mengatakan bahwa persolan tidak ditaatinya norma ketenagakerjan disebabkan oleh  kurangnya pegawai ketenagakerjaan, sedangkan perusahaan yang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan (WLKP) daring pada 2023 sekitar 1,5 juta perusahaan, padahal pegawai ketenagakerjaan hanya  1 500 orang. Dan beliau juga mengatakan bahwa persoalan ketenagakerjaan ini belum optimal disebabkan oleh lokasi perkebunan juga cendrung terpencil. Menurut saya, kalau memang titik persoalanya karena kurangnya pegawai ketenagakerjaan untuk mengawasi perusahaan, dinas ketenagakerjaan bisa bekerja sama dengan instansi terkait dan bekerja sama dengan organisasi para buruh atau berkomunikasi langsung dengan para buruh. Dengan menjalin kerja sama, maka pihak dinas ketenagakerjaan akan menselaraskan/ membandingkan data yang diberikan oleh pihak perusahaan dengan data dilapangan. Pihak dinas ketengakerjaan hanya melihat data yang diberikan oleh perusahaan, apakah sama dengan data yang diberikan oleh organisasi buruh atau data dari perpajakan. Dengan membandingkan data tersebut maka dinas ketenagakerjaan dapat membuat kesimpulan bahwa terjadi pelanggaran norma ketenagakerjaan yang dilakukan oleh pihak perusahan. Misalnya pelanggaran yang dilanggar oleh pihak perusahaan yaitu terkait dengan upah/ gaji dibawah UMR, pengawai harian lepas atau pegawai tetap, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, fasilitas yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja. Bisa juga  dinas ketenagakerjan melakukan langsung komunikasi dengan pihak pekerja yang bekerja di perusahaan tersebut untuk membandingkan apakah sesuai data yang diberikan dengan fakta dilapangan. Dengan demikian persolan terkait dengan kurangnya pengawas dinas ketengakerjaan bisa diatasi. Alasan yang kedua yaitu lokasi perkebunan cendrung sangat terpencil. kalau lokasi perkebunan sangat terpencil, ya menurut saya itu adalah bagian dari resiko yang harus dihadapi oleh dinas ketengakerjaan. Karena tidak mungkin lokasi perkebunan berada di kota. Dimana-mana lokasi perkebunan  memang lokasinya berada jauh dari kota.

Maka dapat disimpulkan bahwa persoalan ketengakerjaan di indonesia ini bisa diselesaikan jika  para penegak hukum sungguh-sungguh melaksanakan tugas mereka dan budaya hukum para pengusaha berubah, dari budaya yang melanggar norma ketengakerjaan menjadi budaya yang patuh kepada norma ketengakerjaan. Jika kedua hal tersebut diselesaikan maka menurut saya kehidupan para buruh menjadi lebih sejahtera dari sebelumnya. Maka teori lawrence fredman  mengatakan bahwa hukum akan berjalan dengan baik jika ketiga hal tersebut berjalan dengan baik( substansi hukum, budaya hukum, struktur hukum)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun