Mohon tunggu...
FERNANDO
FERNANDO Mohon Tunggu... Pengacara - Civil Law Student at santo thomas university

Pecta sunt servanda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Elit Politik Harus Tunduk pada Hukum Bukan Sebaliknya

6 Juli 2023   03:47 Diperbarui: 6 Juli 2023   03:48 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.katabijakbahasainggris.com/2015/11/kata-kata-bijak-mata-najwa-metro-TV-terbaik.htmlInput sumber gambar

                  Hukum diberlakukan tidak hanya membatasi kebebasan individu terhadap kebebasan individual yang lain, melainkan juga membatasi kebebasan(wewenang) dari yang berkuasa dalam negara. Dengan demikian hukum melawan penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang. Itu berarti bahwa dalam suatu negara terdapat suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada pemerintah yakni hukum. Jika para petinggi negara tidak tunduk pada hukum maka akan terjadi kekacauan/kehancuran dan supremasi hukum tidak ada lagi, padahal supremasi hukum sangat penting di dalam suatu negara karena supremasi hukum adalah upaya untuk menegakkan dan memposisikan hukum pada tempat yang paling dari segala-galanya, menjadikan hukum sebagai jendral atau panglima  untuk melindungi dan menjaga stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa intervensi oleh para elit politik. 

Seperti dikatakan oleh Imanuel kant bahwa tujuan negara yaitu membentuk dan mempertahankan hukum yang menjamin kedudukaan hukum dalam masyarakat. Pendapat Imanuel kant ini berkesesuaian dengan prinsip equality before the law(pengadilan mengadili menurut hukum tanpa membedakan orang), meskipun memang dalam kenyataann para elit politik tidak sepenuhnya melaksanakan asas dan pendapat Imanuel Kant ini. Untuk itu perlu kita kaji mengapa para elit politik mengintervensi hukum atau mempengaruhi tegaknya hukum.

Para elit mencalonkan diri sebagai pelayan rakyat ternyata motivasi mereka bukan sebagai pelayan rakyat, melainkan berbisnis dengan rakyat. Pada saat pemilihan sering sekali kita melihat dan mendegar para elit politik melakukan (money politik)memberi uang kepada rakyat supaya dipilih. Praktek-praktek seperti ini sudah  lumrah ditengah-tengah pesta demokrasi di negeri ini. Ada beragam bentuk money politik yang dilakukan pada saat kempanye: ada yang memberikan bantuan berupa sembako kepada masyarakat yang datang pada saat kempanye, Ada juga yang terang-terangan memberikan uang diamplop kepada masyarakat.

Ada juga yang memberikan serangan fajar( memberikan uang kepada masyarakat pada malam hari, sebelum pemilihan dilakukan besok paginya. Tindakan-tindakan tersebut yang membuat kualitas para elit politik kita tidak berbobot. Pesta demokrasi dibuat menjadi bisnis dengan hitung-hitungan bisnis.  Pemikiran mereka ketika menang saat pemilihan yaitu menghitung kerugian pada saat kempanye  pada saat ingin mendapatkan jabatan ini, maka pada saaat menjabat saya harus mengembalikan uang yang saya keluarkan tersebut. 

Dengan prinsip money politik tersebut maka para elit politik selalu berusaha mencari uang ketika menjabat, jadi jangan heran ketika mereka melanggar hukum dan mengintervensi hukum. Kebanyakan yang menjadi elit politik, mereka yang memiliki uang lebih. Sehingga ketika terjerat kasus maka langsung melakukan berbagai hal supaya tidak dihukum.

Banyaknya para elit politik yang terpilih meskipun tidak berbobot ini tanpa disadari oleh masyarakat merupakan dukungan dari masyarakat karena masyarakat yang memilih mereka. Tugas masyarakat seharusnya menjaga kualitas para elit politik yang terpilih dan mengontrol mereka, tetapi kedua hal tersebut tidak dilakukan oleh masyarakat.

Para penegak hukum berada di bawah penguasa/pemerintah. Seperti yang kita ketahui bahwa sistem ketatanegaraan kita menganut sistem presidensial, dimana kekuasan presiden sangat besar. Di dalam sistem trias politika, presiden selalu memiliki peran di dalam diketiga pembagian kekuasaan tersebut. Di dalam lembaga yudikatif presiden juga memiliki kekuasaan dalam Pengangkatan Jaksa Agung dan pemberhentian Jaksa Agung. Jaksa agung berada di dalam pembagian trias politika sebagai lembaga yudikatif, tetapi lembaga kejaksaan selalu dibawah kekuasaan eksekutif.

Dengan adanya lembaga kejaksaan berada di dalam yudikatif tetapi pemilihan dan perhentian jaksa agung berada ditangan eksekutif membuat lembaga ini mudah untuk disusupi oleh intervensi elit politik. Seperti yang kita ketahui lembaga kejaksaan merupakan lembaga penegakan hukum yang berwenang untuk melakukan penuntutan terdakwa dan melaksanakan putusan hakim melakukan penahanan kepada terpidana. 

Seharusnya jaksa Agung harus dipilih melalui seleksi dan bukan oleh penunjukan langsung atau monopoli satu cabang yang berkuasa tertentu, melainkan check and balance atau melalui publik atau melalui perwakilan, untuk menghindari dari istilah balas budi yang dilakukan oleh kejaksaan kepada eksekutif karana sudah diangkat menjadi Jaksa agung. Hal yang penting juga bahwa pemilihan dan pemberhentiannya hanya bisa dilakukan berdasar pada mekanisme yang ditentukan oleh aturan yang mendasarinya dan tertulis.

Pada jaman orde lama sampai orde baru, lembaga kejaksaan ini merupakan lembaga yang tidak dipercayai oleh masyarakat, karena kekuasaan eksekutif selalu mengintervensi lembaga ini. Secara menejemen lembaga kejaksaan merupakan pegawai negeri sipil, dimana mereka secara menjemen berada di bawah pemerintah untuk menegakkan hukum tetapi ketika pemerintah melakukan pelanggaran hukum lembaga ini tidak berdaya disebabkan sistem tadi dan moralitas pemimpin eksekutif yang buruk. 

Melihat buruknya penegakan hukum di negeri ini dan hukum selalu diintervensi oleh para elit politik, maka pada jaman repormasi muncul suatu ide, dimana akan didirikan lembaga yang baru, yang terbebas oleh intervensi oleh para elit sehingga korupsi,kolusi dan nepotisme dapat diberantas oleh lembaga tersebut. Mulai dari jaman reformasi sampai sekarang lembaga itu masih kokoh yaitu lembaga KPK (Komisi pemberantasan korupsi). lembaga ini memang kokoh tetapi para elit politik selalu berusaha untuk melemahkan lembaga KPK ini, melalui pembaharuan undang-undang KPK. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun