Mohon tunggu...
Fernandes Nato
Fernandes Nato Mohon Tunggu... Guru - Guru | Cricketer

Saya adalah seorang pendidik pada sebuah sekolah swasta di Jakarta. Semoga melalui tulisan dan berbagi gagasan di media ini kita dapat saling memberdayakan dan mencerahkan. Mari kita saling follow 'tuk perluas lingkar kebaikan. Salam Kenal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Allah Bertindak dan Menyembuhkan

8 September 2024   05:56 Diperbarui: 8 September 2024   06:15 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman Jalan Salib, Lembang, Bandung. Foto: Dokumen Pribadi

Tidak jarang kecongkakan iman sebagai orang yang terselamatkan justru membutakan dan menghalangi pendengaran terhadap firman dan kehendak Allah dalam kehidupan kita. Kita lalu berpikir sebagai orang yang mengalami keselamatan oleh Allah menjadi diri yang paling baik, paling unggul, dan paling benar serta memandang nasihat dari orang lain, apa lagi kalau orang itu bukan siapa-siapa, sebagai sebuah hal yang menistakan keselamatan kita sebagai seorang beriman Kristiani.

Dalam bacaan Injil pada hari ini (Mrk.7:31-37), Minggu 8 September 2024, mengisahkan tentang sorak-sorai orang buta dan tuli yang disembuhkan oleh Allah, Tuhan kita Yesus Kristus. Mereka memujinya dengan penuh ucapan syukur dan kegembiraan yang membuncah dan menceritakannya kepada orang lain meskipun Tuhan Yesus melarang mereka untuk menyampaikannya. Yesus tentu bukanlah Allah yang narsistik sehingga muzizat tindakannya harus menjadi sebuah trending topic seperti yang dilakukan banyak diantara kita saat ini. Apa-apa langusng posting di sosmed dan apa-apa sosmed, juga terluka oleh sosmed.

Menjadi orang Kristen Katolik tentu saja sebuah kehormatan, sebab Tuhan Yesus sendiri memilih kita, Anda dan saya, untuk menjadi pengikut-pengikutnya, menjadi murid-muridnya, menjadi ahli waris injil, kabar gembira dari surga tentang keselamatan orang beriman dari perbudakan dosa dunia. Menjadi pengikut Tuhan Yesus tentu saja memiliki konsekuensi tidak mudah bahwa kita harus selalu serupa dengan Allah dalam berpikir, tutur, dan laku hidup. Tentu saja tidak mudah.

Kita bahkan bisa menjadi buta dan tuli oleh kecongkakan iman. Kita terlampau menjadi alter Kristus sehingga hampir lupa menautkan diri pada Kristus Yesus sebagai Pangkal iman dan hidup kita. Kita bahkan tidak ragu-ragu menafsirkan injil hanya untuk kesenangan duniawi kita belaka dan Allah sendiri termarjinalkan dari laku kita, tapi tetap kita berani mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan itu adalah kehendak Allah. Padahal kita telah jauh dari Allah. Disnilah buta dan tuli itu terjadi. 

Tuhan Yesus tentu tidak pernah salah dalam memilih pengikut-pengikutnya. Ia mengenal mereka satu per satu, by name & by number. Terhadap orang-orang berimana yang tersesat dalam cara hidup kawanan lalu dipisahkannya. Mereka diambil dari kerumunan dan disembuhkan di tempat yang sunyi. Mereka pulih dan bergembira lalu mewartakan sukacita dan kebaikan Allah.

Hidup dalam arus kawanan ini memang yang paling mudah saat ini. Tidak ada resiko yang berat bahkan ketika tindakan-tindakan itu jahat dan mengangkangi kemanusiaan. Mengambil jalan sunyi dan berjumpa dengan yang Ilahi untuk mengalami penyembuhan luka, tuli dan buta olehNya adalah jalan yang tidak populer, bahkan cenderung penuh resiko. 

Tapi bila iman kita adalah iman yang benar dan berpangkal pada Kristus maka setiap resiko atas pilihan-pilihan benar dan berlandaskan pada fiman Tuhan adalalah sebuah kenikmatan surgawi yang tiada tara.  Bahkan nyawa sekalipun siap dipertaruhan 'sebab bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan' (Flp.1:21). Selamat merayakan hari sabat Allah. Semoga Anda yang membaca catatan ini diberkati selalu olehnya. Amin.

Deli Serdang, Sumut, 8 September 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun