"... Anda kan seorang yang beragama Hindu, Pak, dari India pula, tapi kok makan daging sapi? Â Sepemahaman saya, sebagai seorang penganut Hindu, Anda mestinya tidak makan daging sapi karena itu salah satu jenis makhluk yang disucikan." ini adalah sebuah pertanyaan yang saya ajukan kepada seorang kawan expatriat ketika makan siang dalam sebuah jamuan olahraga Cricket di Jakarta.
"Pemahaman Anda tidak salah, tapikan saya tidak makan sapi India, saya makan sapi di Indonesia" jawabnya sambil tertawa dan ngakak kami semua. Beragama dan beriman itu mestinya penuh dengan sukacita dan memberi ruang untuk tertawa bahkan menanyakan diri sendiri, mengapa saya harus beragama atau beriman? Lalu, mengapa saya harus beragama A dan bukan B, C, D, atau bahkan tidak memiliki agama? Lalu mengapa kita punya Tuhan yang macam-macam? Apakah karena manusia banyak macamnya?
Pertanyaan-pertanyaan reflektif seperti ini akan membuat kita beragama dan beriman secara sadar. Full nalar dan full iman. Kita tidak mudah terganggu oleh kecohan-kecohan yang dapat merenggut iman kita, akan apa yang kita yakini, dan juga kita tidak akan mudah jatuh pada praktik beragama 'formalitas' belaka apalagi menjadi radikalist. Kita beragama penuh sukacita dalam memuliakan Tuhan dan meluhurkan kemanusiaan, serta menghormati semua ciptaan.
"Taruahlah iman pada akalmu dan taruhlah akal pada imanmu" demikian pesan agung dari seorang pengkotbah jumatan dari sebuah langgar dekat kosan saya katika kuliah di percetakan negara suatu waktu. Betul sekali, bahwa beriman dengan nalar sadar akan membuat kita menemukan sukacita besar dalam beragama dan beriman. Berpengetahuan luas juga tidak akan membuat kita congkak tetapi melalui pengetahuan baik kita memuliakan nama Tuhan (Kol.3:23).
Siang ini saya bertemu dengan seorang bapak di warung nasi padang di jalan Kran Raya. Ia membeli makan. Kebetulan saat ini sedang bulan Ramadan jadi ada banyak warung makan yang tutup dan juga ada yang buka tetapi agak tertutup untuk menghormati saudara-saudara Moslem yang sedang menjalankan ibadah puasa.
Di tempat tersebut ada beberapa orang yang sedang makan, dua orang ibu dan seorang anak kecil. Saya memesan makan dan makan di tempat. Agak sungkan memang tetapi untuk mengurangi rasa tidak enak hati saya bertanya kepada pemilik warung apakah boleh makan di tempat dan mereka bilang boleh. Tentu saja ini tingkat toleransi tingkat tinggi terhadap saya yang tidak sedang menjalankan ibadah puasa.
Saya mempercepat  brunch dan lekas membayar di kasir. Di sana seorang bapak sedang memesan makan take away  alias dibungkus. Kawan pelayan di warung yang membungkus makanan tersebut menggoda bapak yang memesan makanan dengan pertanyaan jenaka dan membuat bapak tersebut tersenyum lapar. "Ini untuk makan sahur atau buka puasa, Pak e?" tanya Mas pelayan sembari tersenyum sebab saat itu jam sedang menunjukkan pukul 09.35 pagi. "Late sahur", jawab si bapak tersebut sambil melihat ke arah saya dengan senyum penuh arti sebagai guyonan.
"Selamat makan, Pak, jangan makan di tempat yang terlalu terbuka. Ndak enak dengan kawan-kawan yang sedang menjalankan ibadah puasa." saya menyarankan sembari menepuk bahunya dan berlalu. Bapak itu memberi reaksi senyum bersahaja kepada saya dan selepasnya beliau masuk ke dalam bajaj untuk mengemudi dan berlalu. Semoga sehat-sehat dan ibdah puasanya lacar setelah hari ini bolong.
Tentu saja tidak bermaksud membenarkan kelonggaran-kelonggaran tertentu dalam menjalankan perintah agama, tetapi boleh jadi setiap orang beriman memiliki cara penghayatan yang berbeda-beda. Dalam puasa dan pantang agama Katolik yang saya anut juga memiliki keberagaman dalam penghayatan. Pemahaman agama yang utuh akan selalu berdampak pada laku iman yang mantap. Idealnya begitu, tetapi tidak dapat digeneralisir dalam segala hal. Sebab dalam hal lain, banyak sekali pelanggaran (hukum) justru dilakukan oleh orang-orang berpengetahuan memadai dan terdidik yang seharusnya memiliki  kapatuhan tinggi pada aturan.Â
Mengutip Goenawan Mohamad dalam twitnya di X (twitter), bahwa puasa bukanlah menunggu waktu berbuka, melainkan mengatasi keterserakan sepanjang waktu. Hidup kita manusia adalah kumpulan mozaik terserak yang harus disatuan sehingga kita dapat memberi makna atas hidup yang kita jalani. Pemberian makna tersebut akan memampukan kita menilai apakah hidup kita bermakna atau nirmakna. Refleksi mendalam akan membawa kitapada  upaya convertio, upaya sadar untuk pembalikan arah menuju diri sejati secara radikal sebab disertai penyangkalan diri secara total.
Terima kasih perjumpaan yang sederhana dan tidak sengaja kepada bapak yang makan sahur terlambat (Late Sahur) di warung padang pagi ini. Sebuah perjumpaan yang memberi ruang refleksi iman. Juga selamat menjalankan ibadah puasa bagi semua sudara yang Moslem. Semoga ibadah puasanya lancar dan akan menyambut hari Idul Fitri yang megah. Salam Ramadan Karim. Selamat menjalankan retreat agung, masa pra paskah/puasa bagi semua umat katolik dimanapun, semoga masa puasanya kian bermakna dengan berbagi berkat bagi sesama. Selamat berbagi sukacita bagi sesama agar kita dapat menyongsong paskah yang membebaskan.