Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Barangkali itu merupakan sebuah saripati gagasan Heracleitos sang filsuf Yunani kuno dari Miletos. Dalam menghadapi berbagai perubahan tersebut maka penyesuaian-penyesuaian juga menjadi sebuah keharusan agar dapat bertahan dan juga melangsungkan peradaban manusia.Â
Ikut berubah atau punah menjadi sebuah slogan yang seringakli menantang untuk dipikirkan. Tidak sedikit dari jumah orang, bahkan sampai di era digital yang mengharuskan kecepatan dan ketepatan ini, terperangkap di dalam 'idea fixed.' Menjadi orang yang sulit berubah bahkan resisten terhadap perubahan.
Gagasan perubahan yang diusung Heracleitos tersebut juga menjadi sebuah praanggapan atau pengandaian yang digunakan oleh John Dewey (1859-1952) dalam mengembangakn Hands on learning/Experential Learning/ Learning by Doing yang dikembangkannya. Menurut John Deway segala sesuatu di dunia ini memiliki sifat selalu berubah.
John Dewey menjadikan peserta didik sebagai sentrum dari kegiatan pembelajaran. Pendidikan dengan pendekatan yang berpusat pada anak akan menekankan penempatan pada pembelajaran tentang kebutuhan dan minat anak. Anak-anak harus dibiarkan mengeksplorasi lingkungannya oleh mereka sendiri. Melalui eksplorasi tersebut mereka akan mengkonstruski pengetahuannya akan sesuatu.
Pada level pendidikan tertentu, menurut John Dewey, pendidikan berdasarkan pengalaman nyata yang diselidik secara kritis dan aktif dapat dikiristalkan menjadi pembentuk nilai ataupun norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pemikiran John Dewey juga lebih dikenal sebagai Pragmatisme. Â Dalam hal ini pragmatisme dapat diartikan sebagai suatu pengajaran yang menguraikan bahwa kebenaran dari segala sesuatu berdasarkan kepada manfaat yang diberikannya. Sesuatu hal ini dinilai dari kebergunaannya bagi tindakan manusia untuk kehidupannya.
Dalam pragmatisme Dewey, hal yang paling ditekankan dalam pembelajaran adalah learning by doing, belajar sambil berbuat. Melalui pendekatan secara langsung, menurut Dewey, seseorang dapat membentuk pengetahuannya.
Pengalaman libat dalam proses pembelajaran tersebut memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu secara lebih baik dan utuh bahkan bertahan lebih lama dalam ingatan. Dengan demikian pendidikan merupakan upaya sadar untuk rekonstruksi pengalaman secara berkelanjutan. Merefleksikan pengalaman-pengalaman belajar bahkan pengalaman keseharian menjadi jalan untuk membentuk pengetahuan bagi seseorang.
Lalu apa yang menjadi tujuan utama dari pengetahuan (cognisi) dalam gagasan Dewey? Tujuan utama pengetahuan adalah untuk mengatasi berbagai persoalan sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Melihat tujuan utama dari pengetahuan yang digagas Dewey dapat dipahami bahwa pengetahuan teknis menjadi lebih bermanfaat bagi kehidupan. Barangkali gagasan John Dewey ini juga menjadi landasan berpikir dikembangkannya pendidikan kejuruan (vokasi) baik itu di Indonesia ataupun di dunia.
Pragmatisme dengan metode hands on learnin yang dikembangkan John Dewey menjadi kritik terhadap pendidikan yang menghasilakan pengetahuan abstrak dan tidak aplikatif. Tapi apakah tidak ada bahaya bahwa hands on learning ini lantas hanya menjadikan manusia begitu teknis bahkan cenderung direduksi menjadi 'alat' saja? Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentu saja membutuhkan review jurnal atau literatur lebih mendalam sehingga dapat memahami gagasan Dewey tersebut secara komprehensif
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H