Pemerintah mempunyai standar ganda dalam menentukan awal Ramadhan dengan waktu Sholat misalnya. Jika awal Ramadhan ditentukan lewat Rukyat sedangkan Sholat ditentukan oleh Hisab.
Jika menilik kelompok yang mempercayai Rukyat adalah satu-satunya cara menentukan awal Ramadhan dalam sidang it’sbat, penulis melihat alasan kuat mereka sbb:
- Hadis Nabi gamblang mengatakan jika melihat Hilal dengan mata telanjang barulah berpuasa esok harinya, jika tidak melihat dengan alasan apapun maka puasa dilakukan pada esok lusanya.
- Hisab yang merupakan hasil dari proses ilmu pengetahuan Astronomi adalah buatan manusia sehingga tidak dapat mereduksi Hadis Nabi yang mempunyai makna yang jelas.
Sampai disini penulis memberikan apresiasi pada kelompok Pro Rukyat, tetapi ada semacam inkonsistensi jika kelompok Pro Rukyat menggunakan metode Hisab dalam menentukan awal Sholat 5 waktu dan Imsak.
Seperti kita ketahui Firman Allah dalam Al Qur’an menyaratkan Rukyat atau melihat langsung posisi matahari dalam menentukan awal tiap-tiap waktu sholat seperti sbb:
“Sesungguhnya solat itu diwajibkan atas orang-orang yang beriman menurut waktu-waktu yang tertentu” ( Q.S. An-Nisa’ :103 )
“Dirikanlah solat ketika gelincir matahari hingga waktu gelap malam dan dirikanlah solat subuh sesungguhnya solat subuh itu adalah disaksikan (keistimewaannya)” ( Q.S. Al-Isra’ : 78 )
Dari sudut pandang Fiqih penentuan waktu shalat fardhu seperti dinyatakan di dalam kitab-kitab fiqih adalah sebagi berikut :
Waktu Subuh Waktunya diawali saat Fajar Shiddiq sampai matahari terbit (syuruk). Fajar Shiddiq ialah terlihatnya cahaya putih yang melintang mengikut garis lintang ufuk di sebelah Timur akibat pantulan cahaya matahari oleh atmosfer.
Waktu Zuhur Disebut juga waktu Istiwa (zawaal) terjadi ketika matahari berada di titik tertinggi. Istiwa juga dikenal dengan sebutan Tengah Hari (midday/noon). Pada saat Istiwa, mengerjakan ibadah shalat (baik wajib maupun sunnah) adalah haram. Waktu Zuhur tiba sesaat setelah Istiwa, yakni ketika matahari telah condong ke arah Barat.
Waktu Ashar Menurut Mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali, waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda itu sendiri. Sementara Madzab Imam Hanafi mendefinisikan waktu Ashar jika panjang bayang-bayang benda dua kali melebihi panjang benda itu sendiri.
Waktu Maghrib Diawali saat matahari terbenam di ufuk sampai hilangnya cahaya merah di langit Barat.
Waktu ‘Isya Diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit Barat, hingga terbitnya Fajar Shiddiq di Langit Timur.
Kesimpulan Penulis
- Dengan melihat kriteria yang ketat diatas maka umat Muslim seharusnya melihat dulu ke langit jika ingin menunaikan Sholat.
- Dilihat dari derajat hukum me-rukyat menentukan Sholat lebih kuat daripada menentukan 1 Ramadhan, jika rukyat sholat diperintahkan lewat Firman Allah sedangkan 1 Ramadhan diperintahkan lewat Hadis Nabi.
Kesimpulan akhir penulis mengapa kelompok Pro Rukyat tidak bisa menerima Hisab dalam menentukan 1 Ramadhan jika semata-mata ingin mengikuti Hadis Nabi, jika dalam mengerjakan Sholat bisa menerima Hisab sebagai metoda penetuan awal waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H