Mohon tunggu...
F. Norman
F. Norman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Pemerhati Sosial dan Politik Amatiran....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ganti Presiden SBY dengan Hun Sen, untuk Mengganyang Malaysia

24 Agustus 2010   11:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:45 11760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DETIK FOTO

Saya tidak aneh melihat kasus 3 pegawai DKP yang “digelandang” oleh Malaysia tapi tanpa protes keras dari Pemerintah. Mungkin hanya Pemerintah RI di dunia ini yang sangat “santun” ketika pegawai resmi mereka dilecehkan oleh negara lain. Tahukah anda bahwa Presiden SBY pernah terang-terangan dilecehkan oleh Malaysia, saat ia mengunjungi perairan Ambalat tanggal 8 Maret 2005. Saat itu SBY menaiki KRI Sasuit Tubun dari Pelabuhan Malundung, Tarakan, Kalimantan Timur. Di atas kapal perang itu Presiden meninjau blok Ambalat di Laut Sulawesi yang menjadi sengketa dengan Malaysia. Malaysia pasti tahu SBY akan ikut patroli KRI Sasuit Tubun hari itu. Karena sebelum meninggalkan Jakarta sehari sebelum menuju Tarakan, Presiden sempat menerima telepon dari PM Malaysia saat itu Abdullah Ahmad Badawi pada pukul 07.00 WIB. Kedua pemimpin itu membicarakan masalah perbatasan dan sepakat untuk mengendalikan situasi di Blok Ambalat. Tetapi pada keesokan pagi harinya, hari dimana SBY akan ikut berpatroli, tercatat ada manufer 3 kapal patroli Malaysia dan satu pesawat jenis superking berputar-putar di perairan Karang Unarang. Dan saat SBY sedang di perairan ambalat, sebuah kapal patroli Malaysia muncul tiba-tiba bermanufer hanya 3 mil dari iring-iringan KRI Sasuit Tubun. Seakan-akan menantang langsung iring-iringan rombongan SBY. Sungguh tidak ada rasa sungkan sedikitpun dari Malaysia pada kehadiran SBY hari itu. Terlihat jelas SBY tidak diperhitungkan oleh Malaysia saat itu. Mungkin malaysia, lewat ahli-ahli politik dan psikologi nya, sudah mempelajari profil SBY “luar dalam” selama ia menjabat sebagai Menkopolkam dan saat PILPLRES 2004. Banyak pengamat Indonesia saat itu dengan terang benderang mencap SBY sebagai seorang “peragu” berdasarkan analisa rekam jejaknya sebelumnya. Lihat link sbb: http://www.aceh-eye.org/a-eye_news_files/a-eye_news_bahasa/news_item.asp?NewsID=360 Kejadian sebulan sesudahnya, KRI Kedung Naga sengaja ditabrak oleh Kapal patroli Malaysia KDM Rencong di dekat perairan Karang Unarang yang SBY kunjungi. KRI kita yang terbuat dari fiber glass ditabrak sampai tiga kali oleh KDM Malaysia tersebut.Tetapi TNI AL tidak berbuat apa-apa, karena sudah diperintahkan untuk tidak membalas. Bayangkan saja KRI kita saja diseruduk oleh Malaysia, apalagi “hanya” kapal patroli pengawas dari KKP? Asal anda tahu bukan sekali dua kali kapal Malaysia menyerobot kedalam perairan kita, tetapi menurut catatan TNI AL sudah lebih dari 100 X sejak tahun 2005 itu. Lihat link sbb: http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=6728 Ada lagi yang terjadi pada 27 Mei 2009 kasus Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM) yang memukul sejumlah nelayan tengah melaut di perairan Ambalat atau 7 mil dari Tarakan, Kalimantan Timur. Nelayan bernama Rudi dan Kardi dihampiri oleh TLDM dan diperintahkan untuk naik ke kapal mereka dan diinterograsi. Kepada TLDM itu mereka katakan bahwa mereka masih di wilayah Indonesia. Mendengar jawaban itu, tentara Malaysia marah dan memukul kedua nelayan itu. Hasil tangkapan mereka diambil, begitu juga rokok mereka. Setelah itu kedua nelayan itu diperintahkan untuk meninggalkan lokasi. Dari fakta diatas yang menggangu pikiran saya adalah sbb: Kenapa SBY terlalu lembek dengan Malaysia setelah terjadi semua kejadian diatas, padahal beliau adalah Arek Pacitan Jawa Timur (saya teringat geloranya Bung Tomo), mempunyai bapak dari militer angkatan 45, mertua Jenderal bintang 3 AD, pendidikan dan karir di militer sampai menggapai Jenderal penuh. Tetapi latar belakang diatas seperti tidak berbekas sama sekali di diri SBY sekarang. Padahal biasanya kalangan militer terkenal dengan rasa Nasionalisme yang tinggi, ungkapan seperti “NKRI Harga Mati” dan Sumpah “Sapta Marga” yang terkenal itu, adalah salah satu contoh betapa bergeloranya semangat juang membela tanah air di setiap dada prajurit TNI. Lembeknya SBY ini seakan mementahkan teori bahwa kalangan Militer lebih “Nasionalis” dibandingkan yang lain. Mulai saat ini saya harap masyarakat terjebak dengan label Nasionalis dan Religius yang cenderung mengkotak-kotakan masyarakat. Seakan-akan kalau Religius “kurang” Nasionalis dan sebaliknya Nasionalis berarti kurang “Religius”. SBY VS Hun Sen

Mata News. Com

SBY seharusnya belajar dengan Hun Sen dalam menindak pasukan asing yang coba-coba masuk ke wilayah Kamboja. Seperti anda ketahui beberapa tahun yang lalu pasukan Kamboja bentrok senjata sampai dua kali dengan pasukan Thailand, dalam sengketa perebutan Kuil Preah Vihear di perbatasan Kamboja - Thailand. Hun Sen dengan tegas memerintahkan pasukannya menembak setiap tentara Thailand yang coba masuk ke komplek kuil tersebut. Akibatnya tentara Thailand “ngeper” juga sampai sekarang tidak pernah lagi “masuk” ke wilayah Kamboja. Padahal posisi Kamboja dengan Thailand mirip seperti kita dengan Malasia. Dimana Kamboja lebih miskin, peralatan militer lebih minim dan dulu pernah di jajah Thailand beberapa abad yang lampau. Tetapi dengan semangat mengebu-gebu, pasukan Kamboja menghajar pasukan Thailand tanpa mapun dan pikir-pikir dulu. lihat link sbb: http://imanprihandono.wordpress.com/2008/10/24/sengketa-preah-vihear-ujian-bagi-asean-charter/

Pelantikan Pasukan Elit Kamboja (Alutsista.Blogspot)

Ironisnya, kesatuan Kopassus Kamboja dibentuk dan dilatih oleh Kopassus Indonesia saat Prabowo menjadi Komandan Kopassus medio 1994 yll. Indonesia dipercaya membentuk pasukan Elit Kamboja karena berjasa membawa perdamaian antar faksi-faksi yang bertikai di Kamboja lewat serangkaian pertemuan “Jakarta Informal Meeting”. Juga Kopassus mendapat kegemilangan prestasi setelah membebaskan sandera di bukit Mapenduma Irian Jaya saat itu. Lihat link sbb: http://www.presidenri.go.id/index.php/fokus/2006/02/28/262.html Tentara Malaysia Tentara Anak Mama Saya medio 2008 yang lalu beberapa kali mondar-mandir ke Malaysia karena urusan Dinas. Dari diskusi saya dengan teman di Malaysia terungkap bahwa masyarakat Malaysia sudah tidak tertarik lagi bergabung dengan TDM. Mereka berfikir untuk apa susah-susah jadi Militer dimana latihan dan kehidupannya yang keras. Karena perekonomian mereka sudah maju, para pemuda-pemudi lebih tertarik di sektor swasta sehingga menyebabkan sedikit sekali pemuda yang tertarik bergabung dengan militer. Sampai-sampai TDM mengiming-iming masyarakatnya dengan fasilitas “wah dan berlimpah” bagi sang pemuda beserta keluarganya. Salah satu contoh kecil, untuk santunan kesehatan rawat jalan dan rawat inap, TDM memberikan fasilitas ini sampai untuk Ayah-Ibu kandung dan Mertua si prajurit. Jangan tanya fasilitas seperti sekolah gratis bagi anak prajurit, itu merupakan satu dari sederet rentetan fasilitas dari TDM. Kesimpulan saya dari fakta diatas adalah sbb: “Jiwa Berani Mati” prajurit TDM tidak sekental darah prajurit TNI kita. Mereka banyak diiming-iming TDM dengan fasilitas wah untuk menjadi prajurit. Jadi tidak semurni dengan prajurit TNI kita, yang berani “bertarung nyawa” demi membela tanah air tetapi dengan gaji take home pay hanya Rp 2,6 juta perbulan dan fasilitas Nol Besar. Dalam arti kata jika ada bentrokan senjata, saya yakin sekali nyali prajurit kita unggul jauh dengan Malaysia walaupun mereka mempunyai persenjataan yang modern dan lebih lengkap. Pasukan “anak mama” Malaysia akan lari terkencing-kencing diserang oleh pasukan TNI yang “bondo nekat”. Jangan minder dengan persenjataan yang minim, Israel saja tidak dapat membungkam Hezbollah di Lebanon, malah mereka menderita kekalahan yang memalukan. Kalau kalkulasi diatas kertas, kurang apalagi Israel bukan? PENUTUP Menarik pernyataan mantan Panglima TNI Jend. Purn. Endriartono Sutarto di program Todays Dialogue Metro TV beberapa hari yang lalu. Beliau mengatakan untuk kepentingan kedaulatan negara tidak ada kata takut. Kita seharusnya tegas lebih dulu mengklaim wilayah sendiri dan mengusir setiap negara yang mencoba masuk ke wilayah kita. Dalam arti kata, kita harus unjuk kekuatan dulu sebelum berdiplomasi. Jika anda perhatikan konflik Israel dengan Palestina / Lebanon dan Suriah, Israel akan lebih memperkuat gempurannya hari-hari menjelang perundingan. Hal ini untuk menambah daya tawar Israel di meja perundingan. Jadi…. Gempur dulu baru diplomasi belakangan bukan sebaliknya… dengan kata lain…. unjuk kekuatan akan membuat pihak lawan lebih lemah di meja perundingan… Oleh sebab itu seperti judul tulisan saya diatas…. SBY harus belajar dengan Hun Sen bagaimana membuat ngeper lawan…. Tapi saya tidak yakin SBY akan mengikuti langkah Hun Sen, karena menghadapi Ical, Mega dan Prabowo saja sudah setengah semaput dan menawarkan berbagai macam konsesi kepada pesaing politiknya. Kesimpulan akhir…. sabar dan tunggu aja suksesi Presiden di Pemilu 2014. Dari sekarang sampai 2014 kita harus siap sedia mengurut dan melapangkan dada melihat “diplomasi”  ala Pak Beye…. Tulisan yang lain:

Acuhnya Stasiun TV dengan Keselamatan Jiwa Wartawan

Redenominasi, “Tipuan” Darmin Mengalihkan Isu, PDIP Terpuruk Sebagai Oposisi

8 Bukti Kuat Jimly “Orang” Istana, Disusupkan Ke KPK (Bag 2)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun