Mohon tunggu...
Feri Nata
Feri Nata Mohon Tunggu... Guru -

Guru di Sekolah Kristen Calvin, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengasah Semangat Persatuan Kita

27 Oktober 2015   19:17 Diperbarui: 27 Oktober 2015   20:13 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selalu baik untuk merenungkan terjadinya suatu peristiwa. Tak harus pada tahun-tahun tertentu, seperti 25 tahun, 50 tahun, atau 100 tahun. Tanggal 28 Oktober dapat dikatakan sebagai tanggal yang sangat bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Hampir-hampir merupakan suatu keajaiban, konsensus 87 tahun yang lalu itu bisa terjadi. Itulah Hari Sumpah Pemuda.

Apa yang sebenarnya mempersatukan Bangsa Indonesia?

Ikrar yang begitu agung. Satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Luar biasa. Betapa tidak, pemuda-pemudi yang saat itu berkumpul berasal dari pulau-pulau berbeda, mempunyai latar belakang suku yang sangat beragam. Lebih-lebih mereka belum tentu bisa saling mengerti karena bahasa yang sangat beragam. Namun, tetap saja mereka melebur dalam semangat persatuan yang sangat kental. Sangatlah baik untuk merenungkan aspek atau faktor yang bersumbangsih bagi ikrar yang mengikat kita sebagai suatu bangsa. Apakah aspek atau faktor itu?

Sekumpulan orang dapat bersatu untuk suatu tujuan yang sama. Dengan level persatuan yang berbeda-beda, kita melihat suatu klub sepakbola dengan tim yang terbentuk dari 11 individu dengan latar belakang berbeda bersatu untuk merebut juara, Bangsa Jerman bersatu untuk menguasai dunia, sejumlah dokter bersatu untuk membangun rumah sakit, dan lain-lain. Lalu, untuk tujuan apakah pemuda-pemudi berikrar menyatukan diri? Kita semua tahu, untuk mewujudkan suatu bangsa yang merdeka. Bebas dari penjajahan. Tak bisa dipungkiri, untuk itulah pemuda-pemudi pada saat itu bersatu. Untuk tujuan itu, mereka mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang ada.

Saat ini kita tidak dapat mengesampingkan pentingnya Sumpah Pemuda bagi bangkitnya Bangsa Indonesia. Tak pernah juga terdengar suara dari sejarawan yang mengecilkan sumbangsih Sumpah Pemuda bagi kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, tiap tahun kita mengingat akan peristiwa bersejarah ini. Bahkan tak sedikit dari kita yang mungkin berharap momen-momen peringatan Sumpah Pemuda menggugah, mengingatkan, dan menguatkan kembali semangat persatuan di antara Bangsa Indonesia.

Turunnya Semangat Persatuan

Bangsa Indonesia secara yuridis tetap mengakui negara Indonesia sebagai negara kesatuan. Meskipun ada beberapa gerakan separatis yang terjadi, sebagian besar warga Indonesia masih menginginkan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, harus diakui semangat persatuan sebagai Bangsa Indonesia saat ini mempunyai taraf yang jauh di bawah semangat persatuan pemuda-pemudi 87 tahun yang lalu. 87 tahun yang lalu, pemuda-pemudi bahu membahu, mengesampingkan kepentingan pribadi untuk terwujudnya cita-cita bersama. Saat ini, masing-masing memperjuangkan cita-cita pribadi, bahkan dengan mengorbankan kepentingan bersama sebagai suatu bangsa. Sejatinya, persatuan kita sebagai bangsa sudah tercabik-cabik oleh individualisme. Partai-partai politik yang seharusnya menjadi wadah untuk menopang persatuan, justru menjadi kendaraan politik bagi individu-individu untuk meraih kekuasaan yang digunakan untuk memperkaya diri, bukan mewujudkan kesejahteraan bersama.

Kemanakah semangat persatuan yang begitu membara 87 tahun yang lalu. Mengapa semangat yang memungkinkan Indonesia merdeka, tidak memungkinkan Indonesia mewujudkan kesejahteraan bersama bagi seluruh rakyat Indonesia? Mungkin memang Sumpah Pemuda tidak menyatukan tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bersama bagi rakyat Indonesia. Tujuan pemuda-pemudi bersatu saat itu mungkin memang hanya terfokus pada tujuan yang paling dekat, yaitu terbebasnya Bangsa Indonesia dari penjajahan. Semangat persatuan ini didasari oleh satu persamaan di antara begitu banyak perbedaan yang ada, yaitu musuh bersama. Musuh yang sama inilah yang menjadi motor bagi persatuan Indonesia. Pemuda-pemudi saat itu mencurahkan semua tenaga dan kemampuan mereka untuk bersama-sama mengusir penjajah. Mewujudkan cita-cita yang sangat luhur, yaitu kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, persatuan untuk memperjuangkan kemerdekaan tidak bertahan untuk mengisi kemerdekaan. Tak heran, proklamator kemerdekaan Indonesia, Bung Karno berujar bahwa perjuangan mewujudkan kemerdekaan dengan melawan bangsa lain lebih mudah dibandingkan perjuangan mengisi kemerdekaan. Musuh bersama sudah tidak ada. Tersisa sesama Bangsa Indonesia yang kini justru saling melawan. Tak heran, 70 tahun merdeka, Indonesia tak kunjung menjadi negara maju dengan penduduk yang makmur. Yang makmur ada, tapi yang miskin puluhan kali lipat lebih banyak. Kesenjangan ekonomi menjadi fakta yang begitu jelas yang dihadapi Bangsa Indonesia saat ini.

Membangun Kembali Semangat Persatuan Kita

Kesenjangan ekonomi terjadi karena kesenjangan tujuan di antara Bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia hidup tanpa tujuan bersama yang benar-benar dihidupi paling tidak oleh sebagian besar warga Indonesia. Saat ini sudah tidak ada penjajah. Kita tidak bisa lagi membangun nasionalisme kita di atas dasar musuh bersama. Kita harus membangun persatuan dengan suatu visi yang akan dicapai bersama. Kita harus punya visi terwujudnya suatu negara dengan penduduk yang sejahtera. Kesejahteraan yang merata. Suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Marilah kita teguhkan kembali persatuan kita. Bahu membahu membangun negara yang makmur dengan kesenjangan yang rendah. Satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa kita. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Mari bersatulah!

Sumber Gambar Utama: idjoel.com

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun