Mohon tunggu...
Feri Nata
Feri Nata Mohon Tunggu... Guru -

Guru di Sekolah Kristen Calvin, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bergumul

20 Oktober 2014   23:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:20 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata ini tidak sering digunakan dalam masyarakat umum. Namun, dalam komunitas Kristen kata ini sangat umum. Bahkan, kata ini menjadi hal yang harus senantiasa mendampingi kehidupan orang Kristen. Tiap kesempatan, orang Kristen harus bergumul mengenai kehendak Allah dalam kehidupannya. Mengapa kita harus bergumul? Bukankah hidup hanya satu kali, tidakkah sebaiknya kita menikmati hidup yang hanya satu kali ini, dan tidak melibatkan diri dalam pergumulan yang terkadang bisa sangat sulit.

Argumentasi yang sama juga berlaku sebagai alasan kita harus bergumul. Justru karena hidup ini hanya satu kali, kita tidak bisa melangkah sembarangan. Kita harus melangkah ke mana Roh Kudus memimpin kita. Kita harus memutuskan banyak hal sesuai dengan kehendak Allah. Tapi mengapa? Hidup ini kan hidup saya, mengapa saya harus menuruti kehendak Allah? Paulus memberikan jawaban yang begitu jelas dalam Galatia 2:20, “namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” Hidup di dalam iman. Bukan lagi aku sendiri yang hidup, ada Kristus di dalam aku.

Bagaimanakah memaknainya? Apakah Kristus akan mendikte setiap hal yang harus kita kerjakan? Syukurnya dan sayangnya tidak. Syukurnya karena kalau iya, kita tidak lebih dari robot. Namun, sayangnya kita menjadi sulit untuk mengerti kehendak Allah. Yesaya menuliskan dengan sangat jelas betapa terbatasnya kita untuk bisa mengerti kehendak Allah, “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.” Apakah ini berarti kita tidak akan mampu mengetahui dan mengikuti kehendak Allah? Tidak. Namun, kita harus seperti Daud yang mau rendah hati berseru kepada Allah, “Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!”

Mengetahui kehendak Allah tidak bisa tidak harus dimulai dari kesadaran kita atas keterbatasan kita. Oleh karena itu, hendaklah kita mau diajar, hendaknya kita mau belajar. Tentunya Allah tidak menempatkan kita dalam kelas lalu mengajar kita mengenai kehendak-Nya. Namun, Dia telah memberikan kepada kita Firman-Nya. Dalam transendensi Allah, kita tidak akan pernah mampu menyelami pikiran-Nya dan kehendak-Nya, kecuali Dia yang menyatakan diri-Nya. Dan iya, Allah telah menyatakan diri-Nya, melalui sekitar 40 penulis Kitab Suci, Ia telah memberikan panduan bagi kita untuk mengerti kehendak-Nya. Selamilah pikiran dan kehendak Allah yang sudah Ia nyatakan dalam Firman-Nya. Apakah cukup? Tidak, banyak orang yang mendengar dan membaca Firman-Nya, tetapi tetap tidak percaya. Adalah Roh Allah, Roh Kudus yang akan menuntun kita dalam pembelajaran kita. Roh Kudus akan mencelikkan mata rohani kita untuk melihat kehendak-Nya dalam hidup kita. Biarlah hidup kita dipimpin oleh Roh yang hidup dalam hati kita sehingga kita sungguh-sungguh dalam hari-hari yang kita lewati, kita menjadi semakin mengerti kehendak Allah dan dikuatkan untuk mengikuti kehendak Allah dalam hidup kita. Apakah akan sempurna? Tidak, dan itulah sebabnya pergumulan kita mengikuti kehendak Allah tidak akan selesai sampai akhirnya kita berjumpa muka dengan muka dengan Allah. Selamat bergumul.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun