Mohon tunggu...
Ferika Sandra
Ferika Sandra Mohon Tunggu... Penulis - Mahasantri Kontemporer

Saat ini sedang dalam masa inkubasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang - Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Lika-liku Berburu Buku

17 Februari 2020   21:11 Diperbarui: 17 Februari 2020   21:35 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengunjung Perpusda menunggu registrasi saat akan meminjam buku. (Foto. Ferika) 

Terlepas dari itu, penggunaan teknologi informasi dalam penyusunan katalog buku juga menjadi angin segar bagi kemudahan pengunjung Perpus. Ironisnya, entah karena terlalu banyak koleksi atau minim pustakawan yang berada di Perpustakaan sehingga menjadikan tata letak buku yang seharusnya sesuai dengan katalog justru berbanding terbalik.

Pengunjung kadang harus berjibaku untuk mencari salah satu judul buku yang ada dalam sistem komputerisasi namun tidak sesuai dengan tata letak yang ada di tempatnya. Walakin proses pencariannya membutuhkan lika-liku panjang yang kadang tak menghasilkan buku yang dicari.

Tentu ini tidak sesekali penulis temui, sempat menanyakan ke petugas ternyata ada beragam alasan. Mulai dari pengunjung lain saat membaca berusaha mengembalikan buku di rak namun tak sesuai tempatnya. Padahal dalam penataan buku di perpustakaan pustakawan memiliki standarisasi agar buku yang ada tepat pada posisinya.

Bentuk Konsensus

Beragam permasalahan yang muncul dalam minat literasi di negeri ini tentu perlu terus diusut benang kusutnya. Sebenarnya tidak hanya selalu buku fisik saja, seiring perkembanganya kini juga masif dijumpai buku digital yang juga sesuai dengan millenial yang tidak bisa jauh dengan teknologi.

Kedepannya harus ada konsensus yang ditanamkan sejak usia dini guna penyadaran pentingnya membaca bagi kehidupan bangsa. Membaca cukup penting bagi kelanjutan lahirnya karya literasi di Indonesia. Sebab tanpa membaca, muskil seseorang bisa menulis dengan sempurna.

Lebih jauh dari itu dengan membaca asupan nutrisi berupa ilmu pengetahuan bisa tetap terjaga. Penulis sendiri sempat merasakan transisi dimana saat tinggal di Banyuwangi yang saat akan menikmati buku harus berupaya lebih karena jarak rumah dengan Perpusda cukup jauh.

Berpindah ke Malang dengan berbagai akses kemudahan untuk menikmati membaca buku dengan kedekatan baik perpustakaan maupun toko buku yang disediakan. Hingga penulis selalu bersyukur tetap selalu dalam lingkungan yang mendukung untuk proses literasi.

Akhirukalam, sekuat apapun perkembangan dan kemajuan zaman, jangan sampai meninggalkan budaya baca untuk pengembangan pribadi diri. Jika Pram menulis untuk keabadian, maka tak salah jika kita membaca kalau kita bukan anak raja atau saudagar kaya. 

Jadi, kapan terakhir anda membaca buku ?

*Tulisan ini juga sempat dimuat di kolom opini Kopi Times. 

(Foto. Dokpri)
(Foto. Dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun