Mohon tunggu...
fery anugrah
fery anugrah Mohon Tunggu... -

Feri Anugrah, penikmat kopi hitaml di Bandung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pers Sunda dan Kearifan Lokal

7 Oktober 2010   06:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:39 1180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_281586" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Kalau berbicara pers sunda, kita lihat sejarah singkat awal munculnya di jawa barat. Pers sunda yang pertama terbit dan dianggap tertua yaitu Tjahya Pasoendan (1911) adalah majalah tengah bulanan dengan alamat dan tata usahanya ada di Bandung. Dengan ketebalan 60 halaman isinya antara lain tentang pendidikan, kesehatan, peternakan, adat istiadat, lelucon, dan babad. Karena para pengurus dan pengasuhnya adalah para guru, maka isinya pun tentang pendidikan dan kesehatan. Ada juga yang mengatakan kalau koran sunda yang tertua itu adalah Soenda Berita (SB) yang terbit didaerah Cianjur pada tahun 1903-1905. Pemimpin redaksinya R.M. Tirto Adi Soerjo yang didanai oleh bupati cianjur. Memang benar "SB" itu koran sunda tapi tidak memakai bahasa sunda. Selain itu ada lagi tercatat Papaes Nonoman (1914-1919), yang diterbitkan oleh pagoeyoeban di Batavia. Majalah ini memuat tentang ilmu pengetahuan, bahasa belanda, sejarah, dan lain sebagainya. Tapi majalah ini ada kekhususan yaitu terbit hanya untuk orang sunda yang terdidik saja. Selanjutnya ada majalah mingguan Mingguan Padjajaran (1915-1920) diterbitkan oleh Pagoeyoeban Padjajaran dengan pemimpin redaksi Darnakoesoema dan redaktur Moeh. Sanoesi. Dan usianya pun cukup lama yaitu sekitar lima tahun, isinya banyak menhkritisi kebijakan belanda pada waktu itu. Majalah ini pernah memuat tulisan dari Dr. Douwes Dekker (atau yang kita kenal dengan nama Dr. Setiabudhi) dan Tjipto Mangoenkusumo. Mingguan Siliwangi (1921-1922) diterbitkan oleh Pagoeyoeban Siliwangi, Bandung. Pemimpin redaksinya Kosasih Soerakoesoemah dan Redpel E. Bratakoesoemah ("PR" edisi Sabtu tgl. 7/2). Dan masih banyak lagi koran atau majalah yang terbit di jawa barat khususnya di bandung. Baik yang sudah berguguran tidak terbit lagi dan yang masih tetap bertahan sampai sekarang. Sedangkan pers yang masih bertahan "hidup" dan terbit secara rutin yaitu Majalah Mangle (1956-sekarang) di Bandung, Mingguan Tabloid Galura (1972-sekarang), dan Cupumanik. Percetakan ketiganya masih dibawah 10.000 eksemplar. Majalah yang lain sudah kehilangan pembacanya sejak lama. Majalah dan koran bebahasa sunda nampaknya berjalan dengan tertatih menemui para pembacanya dengan lesu. Berjuang ditengah persaingan pers nasional yang semakin menjamur menarik simpati pembacanya dengan strategi pasar pembaca yang kreatif. Kalau kita perhatikan, ternyata hanya Jawa barat dan Jawa timur saja yang masih punya koran dan majalah yang menggunkan bahasa daerahnya. Mari kita lihat kembali salah satu fungsi pers yaitu menyampaikan informasi. Pers lokal punya kewajiban untuk menyampaikan informasi kearifan lokal atau segala informasi mengenai budaya daerah tersebut. Pers lokal harus menjadi primadona dikotanya sendiri dengan mengetengahkan iformasi yang harus didominasi kearifan lokal tersebut dengan tujuan membantu kemajuan daerah itu. Drs. Haris Sumadiria, M.Si. dalam bukunya "Jurnalistik Indonesia" mengatakan kalau pers lokal itu bisa disebut sebagai kamus dan cermin berjalan sebuah kota karena apa pun peristiwa dan fenomena tentang kota tersebut , pasti dijumpai di dalamnya. Kita sebagai warga jawa barat harusnya bangga karena masih punya koran dan majalah yang masih konsisten terbit dengan menggunakan bahasa indung. Dan memanfaatkanya untuk mempromosikan budaya asli sunda yang ada di jawa barat (kearifan lokal) yang sudah mulai terkikis oleh budaya lain. Salah satu kearifan lokal yaitu bahasa, dalam hal ini bahasa sunda. Dengan adanya pers sunda, yang nota bene menggunakan bahasa sunda, maka itu otomatis memelihara kekayaan bahasa sunda secara tertulis. Ini bisa jadi cara untuk kembali menggencarkan pemakaian bahasa sunda sehari-hari dikalangan warga jawa barat. Kenapa ini jadi cara untuk mememlihara bahasa sunda, karena bahasa sunda sudah jarang sekali digunakan sehari-hari oleh orang sunda sendiri. Sehingga sekarang ini sebagian orang sudah gengsi kalau ngomong diangkot atau ditempat umum dengan bahasa sunda. Mereka lebih senang berbicara dengan bahasa indonesia. Ini juga tidak salah, karena bahasa indonesia adalah bahasa nasional. Tapi khusus bagi orang sunda, bahasa indung jangan sampai dilupakan begitu saja. Jangan sampai ada istilah orang sunda yang lahir dan hidup ditatar sunda tapi tidak mengerti bahasa sunda. Hal ini tidak akan terjadi kalau kita berfikir cerdas. Salah satu bukti berfikir dan bertindak cerdas, yaitu memanfaatkan media lokal yang ada sebagai media untuk mempromosikan dan memelihara budaya lokal. Salah satu indikasi daerah itu maju, yaitu adanya media lokal yang jadi tempat untuk transformasi budayanya. Kalau itu semua bisa terlaksana dengan baik dan efektif, maka fungsi pers sebagai pemberi pencerahan bagi masyarakat pasti bakal berjalan dengan lancar. Tapi jangan lupakan hal yang cukup signifikan yaitu peran aktif pemerintah dalam menyokong dan mendukung keberadaan pers sunda. Yaitu secara finansial pemerintah baiknya memberikan suntikan dana agar para insan pers bisa bergairah dalam menata dan mengelola pers sunda. Insan pers sunda konsentrasi dengan menggali kearifan lokal untuk pemberitaaan, maka para pemangku kebijakan di jawa barat punya kewajiban memberikan partisipasinya baik secara moril atau pun materil pada mereka (pers sunda;red). Pers sunda bisa tambah eksis, kearifan lokal bisa tersaji lewat media lokal, pemerintah pun bisa terbantu dalam promosi budaya lokal. Semua unsur harus terlibat dalam mewujudkan hal-hal yang dibahas diatas agar tercipta daerah yang punya jiwa modernitas dengan tidak meninggalkan dan menanggalkan budaya sendiri. Dari berbagai sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun