Mohon tunggu...
fery anugrah
fery anugrah Mohon Tunggu... -

Feri Anugrah, penikmat kopi hitaml di Bandung

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Budaya SMS dan Bahasa “alay”

10 Februari 2011   04:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:44 1006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kehadiran telefon genggam jaman sekarang memang mengubah segalanya. Mengubah semua yang dulu susah. Merubah yang dahulu dianggap lama. Tapi dengan sudah canggihnya teknologi dan media, semua hal itu bisa terasa praktis tanpa harus bersusah payah.Coba bayangkan, dahulu kita kalau mau menghubungi saudara kita yang di luar pulau seberang sana, kita harus mengirimkan surat yang bisa berhari-hari sampainya. Tapi untuk sekarang, kita tinggal telefon saja saudara kita itu atau cukup dengan mengirim pesan singkat, SMS (shot message service).

SMS memang teknologi canggih yang murah meriah. Setiap orang bisa membeli telefon genggam untuk SMS-an dengan teman, saudara, orang tua, dan dengan pacar. Begitu mudahnya informasi tersalurkan hanya dengan hitungan detik. Di manapun kita berada kita bisa melakukan SMS-an. Di bus kota, di halte, di tempat perkuliahan tak peduli dosen ngomong apa, bahkan banyak juga ibu-ibu majlis taklim yang asyik SMS-an entah dengan siapa saat ustad ceramah. SMS-an bisa dilakukan tanpa terganggu. Yang lebih gila lagi adalah wakil rakyat kita ketika sidang di gedung DPR/MPR Senayan, malah ada yang asyik dengan hape BlackBerry-nya. Sadisnya lagi, kegiatan itu terekam oleh wartawan kamera wartawan.

Memang, SMSmerupakan hal yang praktis dan mudah. Hampir setiap orang punya hape. Mulai dari hape biasa saja alias hape jadul, sampai hape super canggih yang banyak vitur-nya. Bahkan saking canggihnya hape tersebut, bisa menonton acara televisi segala dan juga browsing.

Mengirimkan undangan pernikahan juga bisa dilakukan melalui SMS. Selain murah, ini juga sangat cepat sampainya. Tak perlu mencetak surat undangan yang memerlukan tentunya biaya lumayan banyak. Ketika lebaran idul fitri yang identik dengan saling kirim kartu lebaran, kini cukup dengan hanya kirim SMS saja dengan substansi yang sama. Meminta maaf dengan cara SMS, terasa praktis sekali walaupun agak kurang formal dan kurang akrab. Tapi budaya SMS-an sekarang sudah jadi tren modern. Dalam istilah komunikasi antarbudaya, hal ini termasuk indikasi budaya pop. Budaya yang dimanisfestasikan dari hasil iklan, hasil binaan dan budaya global yang dinggap paling baik. Yaitu segala sesuatu dilakukan dengan cara menggunakan teknologi untuk berinteraksi dengan siapapun yang beda karakter dna budaya.

Budaya SMS-an yang sekarang jadi budaya baru ini, bukan saja dilakukan oleh masyarakat biasa. Orang penting dan pejabat negara pun sama menggunakan SMS dalam melakukan kepentinganya. Bahkan konon katanya, mantan Kabareskrim Susno Duaji pun ketika meminta ijin untuk datang menjadi saksi saat persidangan Antasari Azhar, dia ijinya pada Kapolri cukup dengan SMS saja. Fenomena yang sangat menarik sekali.

Dalam bidang media massa pun tak lepas dari penggunaan SMS. Kita bisa mengirimkan SMS berita misalnya, ke media yang menggunakan konsep citizen journalism. Kita berpartisipasi menyebarkan berita pada khalayak dengan hanya menggunakan SMS dari hape kita. Misalnya, ada beberapa stasiun radio di Bandung yang menggunakan konsep di atas. Warga bisa mengirimkan SMS berita atau keluhan pelayanan publik dengan cara SMS. Di harian Tribun juga ada rubrik SMS dari pembaca yang punya keluhan dan permasalahan lainya. Ini mudah dan bisa dilakukan oleh siapap saja dan di mana saja yang punya unek-unek yang berhubungan dengan kebutuhan publik.

Atau fenomena lainya yang menarik bagi kita. Misalnya menentukan juara siapa artis terbaik dalam ajang pencarian bakat pun, tidak ditentukan oleh penilaian juri,melainkan ditentukan oleh SMS penonton yang dikirim berdasarkan artis pilihanya. Siapa artis yang mendapatkan SMS terbanyak maka ia yang keluar sebagai juaranya. Meskipun belum tentu itu yang terbaik menurut juri. Tapi kekuatan SMS dari penonton yang sudah jadi budaya, jadi kekuatan tersendiri.

Tokoh sekaliber Syafii Ma’arif, dalam bukunya “Tuhan Menyapa Kita”, menceritakan ketika dia dapat kiriman SMS dari seorang temanya yang berpangkat Jenderal. Sang Jenderal berkeluh kesah dan prihatin atas nasib bangsa yang tak kunjung sembuh dari penyakit keterpurukanya walaupun sudah merdeka 60 tahun. Ini dia kutipanya SMS-nya:

“60 tahun merdeka. Kita nikmati tumpeng. Nasi Vietnam, tempe kedelai Amerika, abon daging Autralia, buah pisang Brasil, bawang China, garam india, bendera kertas Skotlandia. Bayar tumpeng ke bank Singapura dengan mobil Jepang. Kita bangga karena tampah dan besek, bumbu Indonesia. Merdeka dan dirgahayulah bangsaku.” (ejaan disesuaikan dan singkatan ditulis lengkap).

Kita tidak akan pernah lepas dengan media telefon genggam. Siapapun, mau rakyat kecil, pejabat negara, atau siapa saja, pasti menggunakan SMS ini untuk aktifitasnya. Terlepas dari aktifitas penting atau tidak. Tapi budaya SMS-an sudah jadi budaya baru di tengah masyarakat kita.

Kini timbul permasalahan baru yang unik muncul yaitu penggunaan bahasa SMS itu sendiri yang kebanyakan menggunakan kata-kata yang tak lazim. Ini terjadi di kalangan anak-anak muda kita. Kebanyakan orang menyebutnya “alay”. Alay di sini banyak yang mengartikan sebagai cap bagi orang-orang yang berlebihan, lebay dan unik. Memang, SMS itu merupakan pesan singkat, tapi kalau kata yang digunakanya itu keluar dari EYD, itu juga jadi permasalahan bagi kita. Karena kalau hal itu dibiarkan berlarut, bisa merusak kata-kata yang seharusnya ditulis dengan baik dan benar.

Fenomena alay ini ramai dan rame dibicarakan sejak 2009 lalu tepatnya saat kita demam jejaring social facebook. Tidak ada definisi khusus untuk mengartikan alay. Tapi di kalangan para blogger dan penikmat media jejaring sosial, kata alay bisa diartika sebagai “anak layangan”.

Banyak indikasi seseorang itu bisa dikatakan alay. Misalnya dari cara berpakaian yang dianggap sebagai korban mode, dari selera musiknya, dan juga dari gaya cara pengetikan SMS ketika SMS-an sama teman-temanya. Harus diakui memang, gaya yang aneh-aneh dalam SMS itu cirri yang lazim seseorang dikatakan sebagai alay. Dari kombinasi hurup dan angka ketika membuat tulisan (tem4=tempat), pengggabungan hurup kecil dan besar (aKu KaNgeN). Tujuanya tentu saja untuk memadatkan tulisan. Ini jadi fenomena yang sudah tidak aneh lagi di kalangan sebagian masyarakat kita terutama kalangan remajanya.

Contohnya, saya sering mendapati SMS dari teman yang menggunakan kata singkatan yang terkadang sulit dimengerti.

(bro, Minta cTtan Donk, Cz qW kmren Gag Nulis, gpl yawh, ditg3u.”) Coba kalau SMS ini dibaca oleh orang tua atau orang yang kurang akrab dengan hape, pasti akan kebingungan. Awalnya saya juga bingung membacanya. Tapi lama kelamaan karena sudah terbiasa, saya mengerti juga maksud SMS itu. SMS itu maksudanya teman saya minta catatan kuliah pada saya karena dia kemarin tidak mencatat.

Ada kata yang disingkat. Misalnya kata “soalnya” disingkat jadi “cz”. Ada kata “dong” disingkat jadi “downk”. Terus ada juga kata “yah” menjadi “yawh”. Kemudian juga ada kata “ditunggu” menjadi “ditg3u”. SMS seperti ini sering dilakukan di kalangan muda ketika SMS dengan teman atau pacarnya. Bahkan, teman saya yang mengirim SMS di atas tadi yang menggunakan kata-kata aneh itu, pernah dikirimkan pada dosen. Tentu saja sang dosen tidak mengerti, yang akhirnya teman saya itu dimarahi karena susah dimengerti maksudnya.

Fenomena penggunaan kata-kata aneh di atas, orang mengatakanya bahasa alay. Yaitu bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh teman sebayanya. Kata-kata yang hanya bisa dibaca oleh teman dekatnya yang biasa SMS-an dengan tulisan yang seperti itu. Ahli tata bahasa mengatakan kalau fenomena penggunaan bahasa alay ketika SMS-an, bisa merusak tatanan kebahasaan yang seharusnya dituliskan dengan baik sebagaimana mestinya.

Budaya SMS-an sudah kian tren di mana-mana. SMS-an dengan menggunakan bahasa alay pun sudah akrab di tengah kita. Mereka yang suka SMS-an dengan bahasa alay mungkin menafsirkan pesan singkat yang sesungguhnya, yaitu singkat dengan sesingkat-singkatnya. Walaupun itu bisa membuat yang menerima SMS jadi kebingungan membacanya. Apa lagi kalau menggunakan SMS saat penting dengan bahasa yang aneh. SMS-an seolah jadi kebudayaan yang tidak boleh ditinggalkan.Bahkan kalau keseringan megang hape atau SMS-an saat aktifitas penting, menurut ahli komunikasi bisa menyebabkan autis penggunanya.

Boleh saja kita SMS-an dengan bahasa singkat,tapi bukan berarti kita harus menggunakan kata yang aneh-aneh. Sehingga sulit untuk dimengerti oleh orang lain. Tak jarang juga gara-gara kata-kata SMS yang tidak jelas seperti contoh di atas, kata-kata yang aneh, bisa menimbulkan masalah. Bahkan ada juga hubungan pertemanan putus gara-gara melihat SMS alayyang keliru difahami. Prinsip kemajuan teknologi seyogyanya dimanfaatkan dengan baik dan efektif. Karena hape dan budaya SMS-an adalah alat komunikasi. Bagaimana komunikasi akan tercipta dengan baik dan efektif kalau penggunaan bahasa dan kata-katanya saja aneh dan tidak dimengerti oleh orang lain.

Arus globalisasi menuntut kita menggunakan teknologi. Tapi tekonologi yang harus digunakan itu adalah teknologi yang benar-benar menunjang efektifitas komunikasi yang sehat dan baik. Jangan sampai sebaliknya, menimbulkan permasalahan baru di tengah kita. Budaya SMS oke, tapi penggunaan bahasa alay, sebisa mungkin dihindari agar tidak miskomunikasi antara komunikator dan komunikan. Ingat, prinsip sebuah tulisan dibuat adalah untuk dimengerti oleh yang membaca. Kalau tulisan sulit dibaca dan tidak dimengerti, maka komunikasi akan mengalami gangguan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun