Mohon tunggu...
Feri Firdaus
Feri Firdaus Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Cuma rakyat biasa penikmat kopi dan singkong rebus, tertarik dengan dunia komunikasi, sospolbud, dan iptek. Berkutut di @firdaus_feri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekilas Memori Tentang “Sang Orator” Aditya Prasetya

22 November 2013   23:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:47 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“nasib terbaik tak dilahirkan, kedua mati muda”

- Gie -

Sebetulnya saya sudah tidak ingin mengingat-ingat lagi wafatnya teman baik saya Aditya Prasetya, karena bagaimanapun kepergiannya amat membawa duka yang mendalam bagi banyak orang khususnya saya pribadi. Tetapi baiklah jika dengan menuliskan kesan dan pengalaman saya yang sempat melewati hari-hari bersama dengan almarhum mungkin ada sesuatu yang bisa diambil, maka dengan senang hati saya buat catatan sederhana ini. Sekaligus membayar hutang tulisan yang saya janjikan untuk seorang sahabat karib diujung sana yang sedang gundah gulana menghadapi rupa-rupa kehidupan. Sabaaaarrr.

Kenal Adit

Boleh dikatakan saya kenal Adit belum begitu lama, karena baru bertemu dan sekedar tahu saat bersama-sama berada dalam satu atap di Gedung PKM Unila sebagai mitra kerja tahun 2009. Saat itu Adit merupakan salah seorang Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPM U), dan saya sendiri di Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM U) sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi.

Ketika rapat-rapat bersama DPM U, Adit merupakan salah seorang Anggota DPM U yang cukup menarik perhatian saya. Karena ia adalah orang yang sangat kritis terhadap kerja-kerja BEM U. Ia tidak segan untuk lantang menyuarakan unek-uneknya kepada BEM U meskipun yang menjadi Presiden Mahasiswa saat itu adalah seniornya sendiri di Jurusan Fisika FKIP.

Ia seolah ingin menunjukkan keberanian dan profesionalitasnya sebagai seorang legislator yang mencintai almamaternya dan layak berada di DPM U. Cara berbicaranya yang cepat dan meledak-ledak serta argumentasinya yang panjang lebar membuat saya percaya bahwa ia punya pengetahuan yang luas. Sampai disini saya yakin bahwa Adit punya potensi yang besar untuk menjadi orang hebat di masa depan.

Oleh karena itulah, saat saya diberi kesempatan untuk menahkodai BEM U tahun 2010-2011, tanpa ragu saya undang Adit untuk mengemban tugas sebagai Menteri Hukum, Advokasi, dan Perundang-undangan. Awalnya ia ragu, karena secara bersamaan ia diminta pula oleh temannya untuk mengemban amanah di luar kampus. Apalagi, selain kuliah dan berorganisasi, ia juga bekerja sebagai pengajar privat di beberapa tempat. Namun, setelah beberapa kali diyakinkan barulah ia menyanggupi untuk bergabung di BEM U.

Kalau boleh jujur, sebetulnya selain karena pertimbangan kapasitas, ditariknya Adit ke BEM U adalah sekaligus untuk menguji seberapa jauh ia konsisten dengan apa yang disuarakannya dahulu di atas meja-meja rapat. Harapannya adalah ide-ide dan gagasan-gagasan yang pernah ia suarakan mampu diimplementasikan dalam bentuk tindakan-tindakan kongkrit berupa program kerja maupun upaya-upaya kontributif lainnya.

Dugaan saya tidak jauh meleset, saya cukup tertarik dengan pemaparan program kerja dari DepHAN yang dipimpinnya. Salah satu program yang paling saya ingat adalah gagasan untuk membentuk Bibit Pemuda Anti Korupsi (Batiks) Lampung. Adit memang punya perhatian yang sangat tinggi terhadap isu-isu korupsi di Lampung. Ia bercita-cita untuk mewujudkan Lampung yang bebas dari korupsi dengan menyiapkan generasi muda anti korupsi sekaligus sadar akan bahaya laten korupsi.

Hasilnya, dengan percaya diri Adit dkk DepHan menggandeng KPK RI untuk menyelenggarakan program Sekolah Anti Korupsi (SAK) di Unila. Ratusan siswa perwakilan Sekolah Menengah Atas di Lampung kemudian sangat antusias mengikuti program tersebut. Dan pasca itu, terbentuklah Batiks Lampung dimana anggotanya merupakan alumni SAK dan Adit sebagai Ketuanya. Hingga kini sepertinya gagasan Adit masih diteruskan, setidaknya dapat dilihat di link ini.

Momen Menarik

Ada beberapa momen menarik bersama Adit yang masih bisa saya ingat. Momen-momen ini menjadi kisah yang membuat saya merasa semakin mengenalnya lebih dekat. Bagaimana karakternya, kebiasaannya, pemikirannya, leluconnya, dan hal-hal lain yang kemudian membuat saya merasa kagum padanya.

Mungkin memang Tuhan menginginkan saya agar lebih dekat dengan Adit. Kebetulan di suatu sore di Graha BEM U, Adit pamit untuk pergi ke rumah rekannya. Ia terbiasa kemana-mana naik angkot. Ia pun pergi meninggalkan kami yang masih asik mengobrol di BEM U. Tak berapa lama setelah Adit pergi, saya pun juga pamit karena hendak pergi ke rumah seseorang yang akan menjadi fasilitator majelis ilmuyang baru setiap pekannya. Sayapun pergi dengan menggunakan motor.

Saat hendak masuk melewati gang mencari alamat orang tersebut, saya melihat Adit baru turun dari angkot. Saya kaget sekaligus curiga jangan-jangan rumah yang saya cari sama dengan rumah yang akan Adit kunjungi. Benar saja, Adit berkata kalau ia akan ke rumah Ustadz anu, dan sayapun memang hendak kesana. Kami pun tertawa karena kalau tau begini kenapa dari BEM tadi tidak berangkat bareng saja! :D Selama setahun lebih saya bersama Adit mengikuti majelis ilmu setiap pekannya. Sayapun semakin dekat dan mulai mengetahui lebih banyak tentangnya.

Adit adalah seorang teman yang setia kawan. Paling tidak itu kesan yang saya dapat selama mengenal dia. Pernah suatu ketika, dalam suasana Idul Fitri tahun 2010, beberapa punggawa BEM U hendak bersilaturahmi ke Lampung Utara, mengunjungi teman-teman yang rumahnya berada di sana. Adit bersama yang lain sedari pagi sudah menunggu di stasiun Kereta Api Tanjung Karang untuk menuju ke Lampung Utara. Tiket sudah ditangan, penumpangpun dipersilahkan masuk karena Kereta Api akan segera diberangkatkan.

Tak berapa lama kemudian Kereta Api mulai bergerak maju dan mereka telah duduk di kursinya masing-masing. Belum sampai 5 menit barulah Adit ingat bahwa ada satu lagi teman yang belum naik Kereta. Padahal tiket Kereta Apinya telah ia belikan. Setelah saling menelpon, tanpa pikir panjang akhirnya Adit turun dari Kereta di Stasiun berikutnya yang masih berada di wilayah Bandar Lampung.

Berkali-kali Adit minta maaf kepada temannya yang tertinggal itu. Ketika bertemu mereka hanya tertawa terbahak-bahak dan saling ledek karena sadar ada miss komunikasi dan juga sama-sama lupa. Akhirnya mereka pun memutuskan berangkat bersama menuju Lampung Utara dengan menggunakan Bus.

Adit memang orang yang rajin bersilaturahmi. Mungkin karena itulah ia mempunyai banyak teman dan disukai banyak orang. Apalagi pada momen-momen hari raya. Mengunjungi teman-teman di Bandar Lampung maupun daerah lainnya pada hari raya merupakan agenda wajib yang tidak pernah terlewatkan olehnya. Kebetulan sudah dua kali hari raya saya selalu berkunjung ke rumahnya. Lebih tepatnya rumah neneknya karena Adit memang tinggal di rumah neneknya. Dari situ saya tahu bahwa Adit adalah seorang petarung kehidupan. Dan saya semakin kagum padanya.

Adit sempat 'ngilang-ngilang' dari BEM U karena kesibukan di luar. Saya mendengar ia sibuk bekerja sebagai surveyor lembaga-lembaga survei baik lokal maupun nasional. Di samping juga ia tetap bekerja mencari uang dengan mengajar privat diberbagai tempat. Meski tidak ada kendaraan motor, ia tetap semangat melakukan pekerjaannya.

Saya sempat menegurnya agak keras karena kinerja DepHAN yang dipimpinnya mulai menurun akibat terganggu dengan aktifitasnya di luar kampus. Namun ia tidak pernah membantah bahkan malah berkali-kali minta maaf saja. Sampai pada akhirnya saya tahu, bahwa Adit melakukan itu semua karena ia butuh uang untuk membiayai kuliahnya dan juga kebutuhannya sehari-hari.

Ya, Adit adalah orang yang sangat mandiri. Tidak peduli harus mencari uang di mana dan bagaimana, asalkan halal dan baik, ia akan melakukannya. Ia hanya tidak ingin merepotkan apalagi memberatkan kedua orang tuanya. Dan saya tersadar, bahwa ternyata saya kurang peka terhadap itu semua.

Selama ini Adit dikenal sebagai orang yang jarang atau bahkan tidak pernah marah. Dan pada hakikatnya ia memang bukan seorang pemarah. Namun, suatu ketika, saya sangat kaget saat menyaksikan Adit yang sudah berada pada puncak kemarahannya. Ia sempat berselisih paham dengan salah seorang temannya yang juga punggawa BEM U. Hasilnya, pelipis mata teman tersebut pecah dan berdarah terkena bogem mentah Adit. Namun bukannya teman yang berdarah itu yang menangis, malah Adit yang tak henti-henti menangis. Sedangkan temannya yang dipukul tetap tenang dan diam.

Saya dan rekan saya coba mendamaikan keduanya dalam sebuah ruangan. Kami hanya berempat di dalam sana.Ternyata memang agak sulit mendamaikan dua orang yang sedang berselisih dalam kondisi hati yang masih sama-sama panas. Sejam waktu berlalu kondisi malah semakin buruk. Teman yang dipukul hendak melaporkan kepada pihak yang berwajib. Kami coba menangkan dengan berbagai macam cara dan argumentasi. Kisah dan analogi. Sampai akhirnya hati mereka mulai cair dan pikirannya mulai jernih. Mulai bisa menerima nasehat dan masukan-masukan secara baik.

Setelah hampir tiga jam, ruangan itupun pecah dengan suara tangisan Adit dan teman yang terkena pukulan tadi. Mereka pun berpelukan, saling menyesal, dan memaafkan satu sama lain. Kami yang ada disitu pun merasa sangat terharu. Apalagi Adit dengan penyesalan dan permohonan maafnya langsung mengambil air dan lap basah untuk mengkompres luka temannya itu. Dengan wajah penuh penyesalan perlahan Adit membersihkan luka itu dan mereka terlihat sangat akrab. Mungkin juga bisa dibilang romantis. Mereka malah tertawa bersama dan saling bercanda satu sama lain. Dan pasca kejadian itu mereka justru semakin akrab dan dekat. Tidak jarang Adit mengunjungi rumah teman yang pernah ia pukulnya itu.

Disitulah saya tahu kalau Adit juga manusia biasa yang bisa sangat marah saat merasa harga dirinya direndahkan orang lain. Namun dibalik itu, ia mudah untuk menyadari kesalahannya, tak segan untuk meminta maaf dan menunjukkan penyesalannya, serta tetap bersikap sangat peduli dan sayang pada temannya itu seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Dan yang paling penting, setelah melakukan kesalahan, ia banyak meminta masukan dan berusaha keras untuk memperbaiki dan agar tidak mengulangi kesalahan itu lagi.

Di BEM U, Adit terkenal sebagai bahan kongkekan (bahan ledekan/ceng-cengan) nomor wahid. Selama setahun lebih Ia menjadi orang yang paling ‘terdzolimi’ saat warga BEM U sedang mengobrol dan bercanda satu sama lain. Bahkan terkadang saya merasa bercandaannya agak kelewatan. Tapi Adit tidak pernah tersinggung apalagi marah dengan itu semua. Reaksi paling jauh, Adit balas ngongek, itupun dia gak pernah menang, malah makin parah ia dikongekin yang lain.

Adit orangnya sederhana, sampai dulu saya ingat, dia tak mau ganti tas walaupun sudah robek di sana sini. Ketika ditanya, dia cuma nyengir dan bilang bakalan ganti tas kalo udah lulus. Dalam ketebatasan dan kesederhanaan itu dia gak pernah ngeluh, malah sering berbagi. Berbagi semangat, berbagi pemikiran, berbagi ide-ide, dan juga berbagi inspirasi. Dan menurut saya, itulah pemberian paling berharga dari Adit yang masih melekat di hati banyak orang hingga saat ini.

Adit adalah orang yang terbuka pada semua orang, termasuk yang berseberangan pandangan dengan dia, dia cukup dewasa. Dia sangat suka nulis dan baca buku. Khususnya buku-buku tentang kenegaraan, gerakan pemuda, gerakan politik, termasuk juga tentang hukum. Padahal dia dari jurusan eksakta, tapi rasa ingin tahu yang tinggi membuatnya membaca apa saja yang kiranya menarik dan penting buatnya. Mungkin inilah yang membuat pengetahuannya jadi cukup luas. Dia juga rajin baca-baca buku tentang Islam, sehingga pengetahuan agamanya juga cukup baik.

Pembuktian Integritas

Sejak dulu Adit adalah orang yang kritis. Kritis terhadap segala macam bentuk kesemerawutan dan ketidakadilan di sekitarnya. Tetapi, kritisnya Adit bukan sekedar asal njeplak (ucap) tanpa analisa dan penelaahan secara luas dan mendalam terhadap persoalan. Sehingga ketika berbicara dan berargumentasi “memiliki isi”, cukup logis, sistematis dan juga terstruktur. Ia juga tidak asal njeplak dan “omdo” alias omong doank tanpa berbuat sesuatu yang nyata untuk kebaikan banyak orang. Dengan ikut program Indonesia Mengajar itulah ia membuktikan apa yang pernah disuarakannya dulu melalui tulisan, demo-demo di jalan, dialog-gialog, diskusi-diskusi dengan berbagai kalangan, dst dst. Ia seolah ingin menegaskan kalau ia bukanlah aktivis kacangan yang bisanya hanya memberikan kritik tanpa berbuat sesuatu yang nyata dan bermanfaat untuk tanah airnya.

Mungkin apa yang dilakukannya melalui Indonesia mengajar tidak lah seberapa, tidak ada apa-apanya, sangat-sangat kecil jika dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan idola-idolanyanya semacam Soekarno, Hatta, Soe Hok Gie, Tan Malaka, Buya Hamka, dan lainnya. Tapi, dengan mewakafkan dirinya selama setahun (meski Tuhan hanya mengizinkan 5 bulan ia mengabdi di sana) untuk mengajarkan ilmu di daerah terpencil yang hampir tanpa listrik, tanpa sinyal, tanpa fasilitas memadai, menurut saya itu lebih dari cukup sebagai karya monumental seorang aktivis mahasiswa yang memiliki INTEGRITAS! Ini adalah warisan paling berharga yang dipersembahkan Adit untuk tanah airnya yang sekarang sedang terpuruk karena mengalami krisis integritas. Dan saya rasa, ini adalah tamparan yang amat sangat keras buat teman-teman seperjuangannya dahulu, khususnya saya pribadi. Malu rasanya.

Mungkin, setelah membaca jejak-jejak Adit melalui artikel-artikel yang pernah ia tulis dahulu, banyak orang yang tersentuh, bergetar hatinya, terbakar semangatnya, lalu merubah beberapa peta hidupnya untuk sungguh-sungguh mengabdi dan memberikan manfaat nyata sebanyak-banyaknya untuk orang lain. Atau bahkan malah banyak yang kemudian memutuskan untuk mengikuti program Indonesia Mengajar? Saya rasa pahala untuk Adit akan mengalir terus menerus seperti mata air zam-zam yang tak pernah kering. Amin.

Pengabadian nama Aditya Prasetya di di SDK Wunlah, Kabupaten Maluku Tenggara Barat tempat di mana ia mengajar sebetulnya hanya obrolan dalam bercanda saat di BEM U dulu. Tapi Bang Anies Baswedan mungkin punya penilaian sendiri sehingga menganggap apresiasi tersebut cukup layak untuk Adit. Bila sebagian ada yang menganggap Adit seperti dikultuskan teman-temannya, sekali lagi itu tidaklah benar. Adit tetaplah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Tapi mungkin membicarakan kebaikannya akan lebih punya sisi manfaat buat kita yang masih hidup ketimbang membicarakan kekurangan-kekurangannya. Tapi, saya tetap menghormati pendapat-pendapat demikian.

Sebetulnya, masih ada satu gagasan Adit yang belum terealisasikan. Saat di Saumlaki, Maluku Tenggara Barat, ia sempet bercerita tentang keinginannya untuk membentuk program Lampung Mengajar. Nampaknya ia amat terinspirasi sekali oleh program Indonesia Mengajar yang digagas Anies Baswedan. Dulu ia bilang akan menceritakan gagasannya itu kepada teman-teman di Lampung sepulang dari tugas di Saumlaki. Tapi ternyata Allah berkehendak lain. Semoga nanti insyaallah kita semua khususnya temen-temen deketnya yang sekarang masih diberi umur oleh swt Allah bisa mewujudkan gagasan itu.

"Ia berangkat berjuang bawa keikhlasan dan kemulian. Berpulang saat dalam pejuangan, insyaAllah disisi-Nya ia menempati derajat yang mulia  dan abadi bersama para syuhada. Ya, hitungan usianya bisa pendek, tapi makna kehadirannya amat panjang."

- Anies Baswedan -

Yogyakarta, 22 November 2013
Pukul 22.45 WIB

Feri Firdaus

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun