Mohon tunggu...
Ferial abdul Hakim
Ferial abdul Hakim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa prodi hukum di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pro dan Kontra Uang Panai

30 Maret 2024   16:59 Diperbarui: 30 Maret 2024   17:07 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Uang panai merupakan sejumlah uang yang wajib diberikan oleh calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan sebagai bentuk penghargaan dan realitas penghormatan terhadap norma dan golongan sosial. Uang panai menjadi salah satu tradisi penting dalam melaksanakan pernikahan adat bugis. Uang panai dengan mahar tidaklah sama, namun banyak sekali masyarakat yang menganggap uang panai dengan mahar sama. Panai adalah uang yang diberikan calon mempelai laki-laki kepada keluarga calon mempelai perempuan untuk resepsi pernikahan kedua mempelai, sedangkan mahar adalah barang atau uang yang diberikan calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai perempuan untuk memenuhi syarat pernikahan yang sah dalam hukum Islam.

Uang panai juga menjadi tanda keseriusan calon mempelai laki-laki yang akan melamar anak perempuannya. Jika pihak mempelai laki-laki tidak dapat menyanggupi biaya panai yang tinggi oleh pihak dari mempelai perempuan karena tingginya uang panai, maka penikahan tidak dapat dilangsungkan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya uang panai  tersebut, salah satunya adalah tingkat pendidikan calon mempelai perempuan. Semakin tinggi pendidikannya mempelai perempuan tersebut, maka semakin tinggi juga uang panai yang akan diminta oleh keluarga calon mempelai perempuan. Faktor lain yang melatarbelakangi tingginya jumlah uang panai adalah dari status social keluarga calon mempelai perempuan. Keluarga calon mempelai perempuan akan meminta banyak uang untuk panai dari pihak laki-laki jika orang tuanya terpandang.

Uang panai juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari uang panai yaitu calon mempelai laki-laki siap secara mental dan biaya untuk berkeluarga. Dan juga bagi orang tua calon mempelai perempuan merasa lebih lega karena, menurut mereka calon menantunya benar-benar serius untuk menikahi anak perempuannya. Jikalau ingin cerai pihak laki-laki akan berpikir seribu kali karena, mempelai laki-laki sudah bersusah payah untuk menikahi wanita yang dia cintai. Kekurangan dari uang panai ialah motivasi calon mempelai laki-laki untuk menikahi pujaan hatinya akan menurun dikarenakan tingginya uang panai yang diminta oleh orang tua mempelai perempuan. selanjutnya adalah uang panai dianggap bertentangan dengan agama islam, karena islam melarang seseorang untuk bertindak secara berlebihan. Yang terakhir adalah pernikahan dalam adat bugis akan dinilai negative, karena masyarakat beranggapan bahwa menikahi perempuan dari suku bugis akan memberatkannya.

Pernikahan sebagai suatu perbuatan sakral  tidak dapat dilepaskan dari aspek agama. Salah satu perspektif agama dalam pernikahan adalah melalui adanya pengaturan kompilasi hukum islam (KHI) yang menyangkut unsur-unsur masalah rukun dan syarat pernikahan. Salah satu syarat sah pernikahan ialah mahar. Adapun berdasarkan pendapat ulama dan juga ketentuan pada Al-Qur'an, serta Sunnah dan ijma menetapkan bahwa suatu mahar dihukumi wajib dalam pernikahan. Membandingkan substansi ketentuan mahar antara KHI dengan ketentuan uang panai dalam suku bugis dapat diteropong secara yuridis.

Pada pasal 30 sampai 38 diatur ketentuan mahar di dalam KHI, yang mana suatu penetuan mahar diwajibkan kepada mempelai pria yang jumlah dan bentuknya disepakati oleh dua belah pihak. Mahar tersebut  mengandung asas kesederhanaan dan kpeemudahan yang diajarkan oleh agama islam. Sedangkan ketentuan uang panai pada adat bugis mengandung unsur nilai yang dipertahankan yakni harga diri dan martabat (siri'). Maka besaran uang panai melambangkan harga diri calon mempelai dan keluarganya. Berbeda dengan mahar, berdasarkan konsep uang panai bukan diberikan kepada mempelai istri secara langsung melainkan kepada keluarga calon wanita. Sedangkan mahar sendiri dikenal dengan istilah sompai pada adat suku Bugis. Kedudukan uang panai adalah sebagai uang adat bukan terhitung mahar pernikahan dan wajib seperti halnya mahar. Dalam islam tradisi panai seringkali lebih besar dan memberatkan bagi pihak laki-laki sehingga unsur kemudahan dimungkinkan tidak teralisasi di dalamnya. Selain itu konsep pemberian uang kepada pihak keluarga perempuan tidak diatur dalam Kompilasi Hukum Islam sehingga keberlakuannya perlu dipertimbangkan kembali.

Studi kritis Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Pernikahan seyogyanya tidak mengenal adanya rukun pernikahan melainkan hanya mengenal syarat sah nya, maka berbeda dengan perspektif KHI. Apabila meninjau uang panai dari perspektif UU Pernikahan maka UUP hanya memfokuskan pada persetujuan kedua calon mempelai guna pemaknaan bahwa suatu pernikahan tersebut tidak ada unsur paksaan di dalamnya. Apabila menelaah dari sudut pandang hukum positif yakni pengaturan pada Undang-Undang Pernikahan akan lebih khsusus lagi mengandung kemudahan secara keberlangsungan pernikahan sebagai suatu perikatan. Bila mengkorelasikan dengan uang panai kontra perspektif muncul. Pandangan yang kurang sepakat terhadap uang panai mengakibatkan adanya kawin lari yang oleh suku Bugis disebut silariang. Apabila suatu hukum melahirkan pengurangan terhadap kebahagian maka hal tersebut tidak sejalan dengan konsep tujuan hukum itu sendiri. Berdasarkan pendapat Jeremy Bentham (1990) hukum bertujuan guna tercapaianya kemanfaatan yang menjamin kebahagiaan orang banyak yang dikenal dengan teori utilities.

Pada kesimpulan diatas, maka uang panai merupakan tradisi penting dalam pernikahan adat Bugis. Ini merupakan bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap norma dan strata sosial, serta sebagai wujud keseriusan calon mempelai laki-laki dalam melamar. Karena dengan adanya suatu uang panai akan mengikat pertimbangan panjang pasangan suami istri apabila hendak bercerai karena pertimbangan besaran uang panai yang telah dikeluarkan. Sehingga sesuai Undang-undang Pernikahan bahwa tujuan suatu pernikahan salah satunya ialah membentuk keluarga yang kekal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun